Langsung ke konten utama

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

 

Credit foto : Detik.com

Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung.

Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu.

Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial. 

Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netizen memberikan pembelaan berjilid jilid pada si bapak. 

Berkat senjata pamungkas warganet bekerja dengan baik yakni "viral", si bapak penjual es teh mendapat banyak simpati dari masyarakat. Bahkan bantuan terus mengalir, bukan hanya uang tapi juga tawaran umroh yang pasti tak pernah disangka sebelumnya oleh si bapak bisa didapatkan, kini ada di depan mata. 

Karena itu pula akhirnya utusan presiden tersebut mendatangi rumah si bapak penjual es teh manis sembari meminta maaf. Memang sudah kadung salah, datangnya utusan presiden ke kediaman si bapak penjual es teh juga tak luput dari sorotan. Sebab cara meminta maaf, hingga cara merangkul yang dilakukan utusan presiden itu pun tak lepas dari cibiran. 

Bahkan, tak cukup dengan permintaan maaf, utusan presiden itu juga memberikan tawaran berangkat umrah kepada si bapak penjual es teh dan keluarga. Dan tak lupa, utusan presiden itu memberikan jaket sebagai pengakuan menjadi anggota kehormatan salah satu ormas terbesar di tanah air ini. 

Hmm, peristiwa itu tak berakhir begitu saja, sebab banyak pula yang kemudian berasumsi dan seolah menjadi juri handal memberikan penilaiannya atas fenomena yang terjadi. Sebagian mengatakan bahwa beruntung si bapak di sebut "goblok" oleh utusan presiden itu, sehingga ia bisa mendapatkan banyak simpati dan bahkan umrah ke tanah suci. Jika tak demikian, barangkali kemelaratan si bapak tak terbenahi. Tapi ada juga sebagian yang menilai utusan presiden itu tetap salah, tak semestinya mengolok ngolok pedagang es teh di muka umum. Apalagi utusan presiden itu seorang ulama, tak sedikit yang melontarkan kata "dagang es teh lebih baik daripada dagang agama".

Sebagai manusia normal, Petruk pun punya sudut pandang sendiri atas peristiwa itu. Yah, seorang utusan presiden apalagi merupakan ulama tak selayaknya mengucapkan kata sekasar itu. Walau itu sebuah candaan, candaan selucu apapun jika disampaikan pada orang yang tak se frekuensi tentu saja bukan jadi candaan tapi sebuah hinaan. Misalkan, kita bicara pada bestie kita yang sakit "Wih malah sembuh kenapa ga mati aja bro,". Itu sebuah candaan, tapi jika dilontarkan pada orang yang tak se frekuensi dan tak akrab tentu menjadi bahan untuk baku hantam. 

Petruk bilang, candaan itu harus lahir dari frekuensi yang sama, baru lah bisa ditertawakan bersama. Kalau ini, ada satu dua orang disekitarnya yang tertawa terbahak, banyak yang bilang itu hanya ketawa karir bukan karena lucu. Karena utusan presiden yang melucu, lantas kita harus tertawa? Lantas kita harus merasa tercandai bukan terhina?

Sementara terkait, menjadi berkah bagi si bapak, itu hanya sebuah persepsi yang dilontarkan dengan tujuan antara membela si utusan presiden dan memaklumi sebuah hinaan bahkan perundungan. Berkah atau tidak biarkan si bapak dan tuhan yang menilainya, bagi Petruk apa yang disampaikan si utusan presiden bukan sebuah hal yang bisa dimaklumi. ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POLITIK DAN KETIDAK DEWASAANNYA

D"opini" “Semakin dewasa perpolitikan itu semakin terlihat kacau, antara yang memaknai dan yang berperan dalam mendefinisikan kacau, elit hilir mudik mencari cara untuk membentuk kemenangan dengan jalan prestisius dalam anggapannya” Apa yang kita paham tentang politik? Apa yang kita paham tentang kedewasaan? Adakah kaitan dari kedua kata ini? Politik dan kedewasaan adalah sebuah proses saling bertoleransi dan saling bersikap untuk sebuah upaya yang lebih baik melalui sistem kesadaran. Jika kita berbicara politik dan kedewasaannya, maka kita akan membicarakan sebuah sistem yang telah tertata rapi dan telah terbentuk dengan sangat detail sehingga orang diluar atau actor politik akan dapat memahami alur yang berkembang. Sistem yang dimaksud adalah sebuah sistem yang berlandaskan kesadaran. Sistem yang berlandaskan kesadaran adalah tingkatan sistem yang telah mencapai titik sempurna dan telah berada dalam tingkatan teratas dari berbagai sistem yang ada, sebu...

Tentang "Jadi" Jurnalis

Menjadi seorang jurnalis adalah sesuatu yang berbeda. Walau tak sekeren profesi lain semisal dokter, PNS, pegawai BUMN atau lainnya yang berseragam. Tidak hanya kalah keren, tapi profesi ini pun belakangan lebih sering bergelut dengan stigma. Banyak kalangan yang menilai profesi ini tidak lebih dari sekedar mencari kesalahan orang. Lalu menukarnya dengan rupiah. Ah kejam sekali mereka yang berpandangan demikian. Tapi ku kira bukan hal yang salah juga pandangan itu muncul. Bagaimana tidak sitgma itu muncul, jika kemudian “kartu pers” bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan mudah digunakan sebagai kartu sakti. Mending kalau kartu itu digunakan oleh orang yang tepat, orang yang paham akan fungsi dan etikanya. Jika digunakan oleh segelintir oknum, rasanya itu yang membuat stigma ini muncul. Seharusnya ada pembatasan dan aturan, yang bisa menjaga ini. Agar tak sembarang orang bisa mengidentikan dengan profesi jurnalis dan sedikit-sedikit atas nama “Pers”. Bayangkan, ketika kartu sakti...