Langsung ke konten utama

CERPEN



Pertemuan singkat ku Dengan Wahyuni

Malam itu memang terasa dingin menyengat. Menusuk kedalam pori-pori, bahkan sampai menembus ke dalam tulang dan sum-sum ku. Dingin ini memang tidak wajar, hasrat ku semakin tinggi jika udara seperti ini. Tak bisa di tahan lagi, sudah mendesak sampai di ujung.
Bau malam memang sudah terasa semakin larut. Kendaraan sudah mulai sepi, padahal sejam lalu hilir mudiknya tidak terkendali. Anak jalanan dan pengemis serta pengamen pun bergantian datang. Mereka menyodorkan kantung plastik sembari meminta rizki.
Aku sudah tak menghiraukan itu. Yang ku pikirkan adalah hasrat ku yang sudah tak ku kuasai lagi.  Tak lama berselang, telf ku berdering. Aku jawab, dan ku tahu bahwa yang menelfon adalah orang Indonesia. Sebab aku mendengarkan orang di telf itu dan aku mengerti, aku berjanji bertemu di halte ini.
Sekitar sepuluh menit berlalu, makhluk tuhan yang disebut wanita sudah ada di depanku. Pakainnya serba mini, entahlah mungkin gaya dia memang begitu. Padahal aku saja yang lengkap dengan jaket tebal masih terasa menggigil. Lembang memang begini setiap malam, udaranya kurang bersahabat untuk ku yang hidup sendiri. Apalagi saat sudah menjelang pagi, dinginnya seakan membuat kita ingin erat dengan yang dipeluk. Entah apapun itu, harus dipeluk agar hangat.
Aku pandangi sosok berambut panjang dengan dandanan serba menor itu. Walau begitu, ia tampak ayu, dan menjelaskan bahwa ia adalah wanita. Aku pandang dari kepala sampai ke kaki, tak berkedip mataku. Ditangannya sebatang rokok sedang dihisapnya. Tas berwarna biru muda melekat di tangannya. Anting-antingnya lumayan panjang, mengurai ke bawah.
Dia sodorkan tangannya, “Wahyuni,” katanya padaku.
Aku sambut dengan malu-malu, “Hendra,” jawabku dengan sedikit pelan. Sedikit menggigil saat ku jawab.
Obrolan kita semakin jauh, aku tanya cuaca hari ini, jam berapa, sampai mau kemana dia sekarang. Bahkan sampai ku tanya, sedang apa dia disini. Dia hanya tersenyum dan seperti sudah terbiasa dengan kebiasaan malam. Dia berbicara dengan terbuka, seperti sudah kenal sekitar 10-15 tahun saja. Ngalor ngidul kita bicara, saling bercanda dan tertawa. Merasakan dingin bersama, di tiup angina sepoi yang semakin mendinginkan suasana.
“350.000 aja lah kang, sudah mau pagi nih,” katanya gamblang.
Aku sedikit kikuk. Aku hanya menganggukkan kepala, tak bicara banyak padanya kali ini.
Hasratku semakin tinggi. Aku semakin tak tahan, merasa sudah di ujung aku pun segera berlari. Ku tarik wanita cantik itu dan ku ajak berlari bersama ku. Kita menyusuri malam, menuju gelap gulita yang sesekali mendekati peraduan temaram lampu jalan.
Tak lama berselang, sampai juga aku di depan ruangan. Aku langsung masuk tanpa pikir panjang. Sampai akhirnya, aku keluar lagi dari ruangan itu “legaaaa,” kataku, sambil ku sodorkan uang 2.000 kepada penjaganya. “Nuhun kang,” kataku.
Hasratku telah tercapai aku puas. Maklum kalau dingin sebagai makhluk normal kita suka beser.
Ku lihat sekitar, ku cari Wahyuni, ternyata dia sudah tidak ada. Entah kemana gadis itu, sepertinya dia sudah pergi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POLITIK DAN KETIDAK DEWASAANNYA

D"opini" “Semakin dewasa perpolitikan itu semakin terlihat kacau, antara yang memaknai dan yang berperan dalam mendefinisikan kacau, elit hilir mudik mencari cara untuk membentuk kemenangan dengan jalan prestisius dalam anggapannya” Apa yang kita paham tentang politik? Apa yang kita paham tentang kedewasaan? Adakah kaitan dari kedua kata ini? Politik dan kedewasaan adalah sebuah proses saling bertoleransi dan saling bersikap untuk sebuah upaya yang lebih baik melalui sistem kesadaran. Jika kita berbicara politik dan kedewasaannya, maka kita akan membicarakan sebuah sistem yang telah tertata rapi dan telah terbentuk dengan sangat detail sehingga orang diluar atau actor politik akan dapat memahami alur yang berkembang. Sistem yang dimaksud adalah sebuah sistem yang berlandaskan kesadaran. Sistem yang berlandaskan kesadaran adalah tingkatan sistem yang telah mencapai titik sempurna dan telah berada dalam tingkatan teratas dari berbagai sistem yang ada, sebu...

Tentang "Jadi" Jurnalis

Menjadi seorang jurnalis adalah sesuatu yang berbeda. Walau tak sekeren profesi lain semisal dokter, PNS, pegawai BUMN atau lainnya yang berseragam. Tidak hanya kalah keren, tapi profesi ini pun belakangan lebih sering bergelut dengan stigma. Banyak kalangan yang menilai profesi ini tidak lebih dari sekedar mencari kesalahan orang. Lalu menukarnya dengan rupiah. Ah kejam sekali mereka yang berpandangan demikian. Tapi ku kira bukan hal yang salah juga pandangan itu muncul. Bagaimana tidak sitgma itu muncul, jika kemudian “kartu pers” bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan mudah digunakan sebagai kartu sakti. Mending kalau kartu itu digunakan oleh orang yang tepat, orang yang paham akan fungsi dan etikanya. Jika digunakan oleh segelintir oknum, rasanya itu yang membuat stigma ini muncul. Seharusnya ada pembatasan dan aturan, yang bisa menjaga ini. Agar tak sembarang orang bisa mengidentikan dengan profesi jurnalis dan sedikit-sedikit atas nama “Pers”. Bayangkan, ketika kartu sakti...

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

  Credit foto : Detik.com Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung. Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu. Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial.  Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netize...