Langsung ke konten utama

POLITIK DAN KETIDAK DEWASAANNYA


D"opini"

“Semakin dewasa perpolitikan itu semakin terlihat kacau, antara yang memaknai dan yang berperan dalam mendefinisikan kacau, elit hilir mudik mencari cara untuk membentuk kemenangan dengan jalan prestisius dalam anggapannya”

Apa yang kita paham tentang politik? Apa yang kita paham tentang kedewasaan? Adakah kaitan dari kedua kata ini?

Politik dan kedewasaan adalah sebuah proses saling bertoleransi dan saling bersikap untuk sebuah upaya yang lebih baik melalui sistem kesadaran. Jika kita berbicara politik dan kedewasaannya, maka kita akan membicarakan sebuah sistem yang telah tertata rapi dan telah terbentuk dengan sangat detail sehingga orang diluar atau actor politik akan dapat memahami alur yang berkembang.

Sistem yang dimaksud adalah sebuah sistem yang berlandaskan kesadaran. Sistem yang berlandaskan kesadaran adalah tingkatan sistem yang telah mencapai titik sempurna dan telah berada dalam tingkatan teratas dari berbagai sistem yang ada, sebuah sistem yang tinggal beproses sesuai alur yang on the track, sistem ini akan dibentuk dari pemahaman atas norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Tanpa pemahaman atas norma-norma maka sistem apapun tak aakan bergerak sesuai alur yang tepat.

Di zaman seperti saat ini banyak orang yang berteriak dia paham akan politik, dia paham akan sistem, dia paham akan kepemimpinan, namun nyatanya kepahaman atas semua itu hanya sebatas memahami dan tidak dibarengi dengan kessadaran yang dewasa.

            Seorang calon pemimpin yang beangkat atas keinginan orang lain dan bukan berdasarkan atas keninginan hati nuraninya diyakini bahwa itu tidak akan berjalan denga baik, seperti apapun pola yang akan diterapkan, kesadaran yang dimiliki telah tiada dan tidak dapat di jadikan sebuah tokoh panutan. Berkaca pada pengalaman yang kata orang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang paling berharga, calon pemimpin di tingka mahasiswa mencalonkan diri karena dia merasa belum dapat meninggalkan kenang-kenangan untuk kampusnya dan dia merasa ingin berbuat sesuatu yang ditinggalkan di kampusnya, kemudian hal ini berangkat dari dorongan orang lain yang sifatnya persuasive untuk kepentingan. Kemudia dia mencalonkan diri dan akhirnya menjdai seorang pemimpin setelah melalui proses pemilihan umum namun ketika telah berada dalam cabinet dia mulia mengatakan bingung dengan penempatan organisasi koalisi yang mengangkatnya, dan akhirnya dia menempatkan semua individu dikoalisinya untuk ada di kabinet, hal ini disebabkan adanya kontrak politik. tapi sadarkah bahwa ini membuktikan jika kampus hanya dimiliki oleh sebagian golongan dan tak dimiliki oleh mahasiswa secara utuh.
           
Perpecahan akan terus bergulir seperti bola panas yang siap mendekati dan membakar siapapun pelaku politiknya, aspek kekurangan pemimpin menjadi obyek yang di pertaruhkan.

Apapun yang sifatnya dimenangkan atas dasar pemilihan dan sifatnya meminta suara individu sebagai obyek pendukungnya harus memenuhi keinginan individu yang telah memilihnya, karena mereka bertanggung jawab kepada para pemilih. Suara di Pemilihan umum itu sifatnya urunan sehingga hal itu harus dibayar dengan pemenuhan keinginan dan kebutuhan pemilik suara, karena itu adalah hutang yang sifatnya normative.

Kedewasaan amat sangat besar nilainya walau kadang hanya tersirat sifatnya namun ajan sangatberpengaruh terhadap aspek keharmonisan dan ketercapaian tujuan dari visi dan misi actor politik. iklim yang sehat akan menajdis ebuah pionir pergerakan yang bermakna persatuan dan kesatuan, menjadi sebuah ambiguitas jika kita tidak emngacu pada politik yang dewasa, kampus adalah lembaga intelektual yang penuh dengan berbagai ideology dan keilmuwan maka akan dikatakan gagal berproses jika setelah mencapai puncak masih tetap sama denga aspek eksternal yang buruk (politik pemerintahan).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang "Jadi" Jurnalis

Menjadi seorang jurnalis adalah sesuatu yang berbeda. Walau tak sekeren profesi lain semisal dokter, PNS, pegawai BUMN atau lainnya yang berseragam. Tidak hanya kalah keren, tapi profesi ini pun belakangan lebih sering bergelut dengan stigma. Banyak kalangan yang menilai profesi ini tidak lebih dari sekedar mencari kesalahan orang. Lalu menukarnya dengan rupiah. Ah kejam sekali mereka yang berpandangan demikian. Tapi ku kira bukan hal yang salah juga pandangan itu muncul. Bagaimana tidak sitgma itu muncul, jika kemudian “kartu pers” bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan mudah digunakan sebagai kartu sakti. Mending kalau kartu itu digunakan oleh orang yang tepat, orang yang paham akan fungsi dan etikanya. Jika digunakan oleh segelintir oknum, rasanya itu yang membuat stigma ini muncul. Seharusnya ada pembatasan dan aturan, yang bisa menjaga ini. Agar tak sembarang orang bisa mengidentikan dengan profesi jurnalis dan sedikit-sedikit atas nama “Pers”. Bayangkan, ketika kartu sakti...

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

  Credit foto : Detik.com Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung. Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu. Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial.  Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netize...