Langsung ke konten utama

Lulus Tepat Waktu dan di Waktu yang Tepat


 Saya mau bilang bahwa dalam hidup itu hanya ada dua fase “ bingung” dan fase “bahagia” tapi yang dominan adalah fase kebingungan. karena sesusungguhnya hidup adalah tentang kebingungan.

            Aku kira memang hidup itu adalah bagian terseringnya adalah keperihan, atau penderitaan jika dalam bahasa hidup. Sedikit sekali orang yang selalu bilang hidup ku bahagia, oii hidupku senang. Setiap yang ku dengar dari cerita orang dan dari cerita nuraniku pun bahwa hidup itu hanya tentang penderitaan dan kebingungan. Coba pikirkan, dulu saya ingin sekali buru-buru masuk kuliah, saya lakukan beragam cara untuk dapat masuk di universitas yang saya inginkan. Saya belajar mati-matian, dan akhirnya walau tak sesuai harapan saya berhasil juga masuk di salah satu universitas negeri, ya yang penting label negeri yang saya harapkan dapat tercapai. Entah itu kampus apa namanya yang penting punya embel-embel negeri dan lulus dari jalur SNMPTN. Saya bangga dan bahagia pada saat itu, dan sangat tak dapat di ungkapkan rasa bahagianya.
            Lantas kemudian saya masuk keperguruan tinggi yang saya peroleh dari jerih payah saya itu, bila dibandingkan yang undangan atau PMDK saya lebih bangga dengan hasil tes SNMPTN, karena bagaimana pun ini hasil nyata usaha saya yang saya lakukan secara mati-matian. Selama kuliah bukan tanpa beban, setiap ada tugas yang diberikan oleh dosen-dosen yang kami anggap killer pasti saya juga merasa tertekan, dan saya sebut lagi ini adalah fase kebingungan. Sebut saja mata kuliah komunikasi politik yang sempat menggegerkan mahasiswa sejurusan yang seangkatan dengan saya pada saat itu. Selain itu juga label killer di dukung oleh asumsi dari para senior yang sudah lebih dulu mendapatkan mata kuliah ini. Tapi akhirnya dengan kerja keras, mata kuliah ini dapat diselesaikan juga dan bangga dengan nilai A di Kartu Hasil Studi.
            Lantas kebingungan apalagi? Saat akan masuk mata kuliah magang, saya tak luput dari fase bingung. Bingung harus masuk magang dikantor mana dan dikantor siapa. Apalagi melihat teman-teman sudah masuk di kantor yang dituju, sedangkan saya masih sibuk mencari dan itu membuat saya juga ada di fase bingung. Namun akhirnya pula setelah meningkatkan ikhtiar, say dapat juga tempat magang. Rasanya lega sekali, dan itu sangat tak dapat dibayangkan saat mata kuliah ini akhirnya selesai dan terpampang nila A di Kartu Hasil Studi saya.
            Setelah itu juga saya masih belum luput dari fase bingung. Satu selesai maka muncul lagi masalah lainnya, bahkan tak kalah pelik dibanding masalah-masalah sebelumnya, tapi yang saya yakini bahwa masalah yang hadir itu selalu meningkat level kesulitannya, mungkin karena saya sudah dianggap bisa menyelesaikan masalah sebelumnya jika ini adalah ujian. Kali ini bingung bagaimana harus menyelesaikan tugas akhir yang disebut Skripsi “Minithesis”, tiap minggu harus ketemu dosen pembimbing, tapi apa daya target bimbingan tiap minggu jadi kabur lantaran tidak bisa menterjemahkan kebingungan. Skripsi yang dimulai sejak desember 2013, akhirnya molor dan teman-teman wisuda pada Agustus 2014. Saya hanya bisa hadir kewisudaan dan itu juga hanya sebatas menghadiri teman, belom saatnya saya pikir. Disitu juga saya ada di fase bingung. Lantas setelah lewat masa wisuda itu, saya akhirnya bisa selesaikan skripsi saya walau dengan susah payah dan hati serta pikiran yang tercurah secara kaffah. Buku tebal orange itu bisa juga dipertanggung jawabkan pada 15 Oktober 2014. Dan akhirnya berhasil mendapatkan kata “LULUS” seperti yang dipanjatkan dalam doa setiap malam. Akhirnya bisa wisuda dan bisa pake toga, baju trend yang cuman dipake sehari itu. Bahagia tak terkira, tapi itu hanya bertahan satu minggu rupanya. Pasca itu kebingungan kembali merekat dalam hidup saya. Saya harus menjalani hidup sebagai seorang yang tak punya pekerjaan “menganggur”. Rupanya ini yang dimaksud lulus tepat waktu tapi tidak dalam waktu yang tepat.
            Para karib, begini rasanya menjadi seorang yang tak punya kegiatan resmi. Hidupnya cuman dianggap hura-hura dan sia-sia sama orang-orang, terutama tetangga. Bahkan yang paling terasa adalah, saat saya masih sempat merenungkan apa ilmu yang saya dapat dari kuliah selama 4 Tahun lebih 2 Bulan itu? Saya masih mengorek-ngorek apakah ada kelebihan yang bisa saya banggakan untuk masa depan. Ternyata lulus dalam bahasa tepat waktu saja tidak cukup tapi lebih baik kalau lulus di waktu yang tepat. Tepat dalam segalanya, siap bekerja dan siap untuk menyongsong hari esok.

Coba pikirkan para karib, jangan sampai setelah lulus kita masih berpikir apa yang kita punya, dan apa kelebihan kita. Nanti akan merasa gagal sebagai seorang sarjana, embel-embel gelar di belakang nama kita itu kan mesti dipertanggung jawabkan, baik pada sesama dan pada yang mahakuasa. Jangan kira gelar itu hanya embel-embel ringan yang tak bermakna. Walau hanya lambang sosial, tapi nayatanya itulah yang jadi ukuran kepantasan.

cuman ingin berbagi, silahkan petik yang baiknya tapi jangan ambil yang buruknya, saya takut nanti jadi dosa jariyah jika kalian sudah baca tapi terjerumus pada lubang yang sama :D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POLITIK DAN KETIDAK DEWASAANNYA

D"opini" “Semakin dewasa perpolitikan itu semakin terlihat kacau, antara yang memaknai dan yang berperan dalam mendefinisikan kacau, elit hilir mudik mencari cara untuk membentuk kemenangan dengan jalan prestisius dalam anggapannya” Apa yang kita paham tentang politik? Apa yang kita paham tentang kedewasaan? Adakah kaitan dari kedua kata ini? Politik dan kedewasaan adalah sebuah proses saling bertoleransi dan saling bersikap untuk sebuah upaya yang lebih baik melalui sistem kesadaran. Jika kita berbicara politik dan kedewasaannya, maka kita akan membicarakan sebuah sistem yang telah tertata rapi dan telah terbentuk dengan sangat detail sehingga orang diluar atau actor politik akan dapat memahami alur yang berkembang. Sistem yang dimaksud adalah sebuah sistem yang berlandaskan kesadaran. Sistem yang berlandaskan kesadaran adalah tingkatan sistem yang telah mencapai titik sempurna dan telah berada dalam tingkatan teratas dari berbagai sistem yang ada, sebu...

Tentang "Jadi" Jurnalis

Menjadi seorang jurnalis adalah sesuatu yang berbeda. Walau tak sekeren profesi lain semisal dokter, PNS, pegawai BUMN atau lainnya yang berseragam. Tidak hanya kalah keren, tapi profesi ini pun belakangan lebih sering bergelut dengan stigma. Banyak kalangan yang menilai profesi ini tidak lebih dari sekedar mencari kesalahan orang. Lalu menukarnya dengan rupiah. Ah kejam sekali mereka yang berpandangan demikian. Tapi ku kira bukan hal yang salah juga pandangan itu muncul. Bagaimana tidak sitgma itu muncul, jika kemudian “kartu pers” bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan mudah digunakan sebagai kartu sakti. Mending kalau kartu itu digunakan oleh orang yang tepat, orang yang paham akan fungsi dan etikanya. Jika digunakan oleh segelintir oknum, rasanya itu yang membuat stigma ini muncul. Seharusnya ada pembatasan dan aturan, yang bisa menjaga ini. Agar tak sembarang orang bisa mengidentikan dengan profesi jurnalis dan sedikit-sedikit atas nama “Pers”. Bayangkan, ketika kartu sakti...

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

  Credit foto : Detik.com Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung. Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu. Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial.  Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netize...