Langsung ke konten utama

Cupras Capres

"Politik itu tai kucing" barangkali ungkapan jenaka ini ada benarnya juga. Tapi itu benar bagi mereka yang kecewa. Lain halnya bagi mereka yang digdaya, politik bisa kembali pada fitrahnya.

Politik bukan saja kejam tapi menyiksa batin dan bikin deg degan. Sebut saja penentuan capres dan cawapres pada detik detik akhir pendaftaran 10 Agustus lalu. Bagaimana kita netizen dibuat dag Dig dug der dan terus menerka siapa yang bakal berpasangan dengan siapa untuk maju.

Walau sebagai pengamat dadakan saya pikir cupras capres kali ini memang tak jauh dari dua kandidat lama. Namun boleh saja kita menempatkan beberapa sosok dalam analisa. Yah benar saja hingga detik akhir, dua kandidat ini yang tetap maju dengan lurus. Kita sebut saja pertarungan lama.

Namun setelah resmi maju, netizen kembali di buat beranalisa dan berasumsi, siapa kira kira yang jadi pasangannya. Sosok nomor dua ini menjadi tanda tanya besar. Walau kita sering lihat baligho berukuran besar terpampang, tapi itu tak meyakinkan pula untuk jadi satu sosok nomor dua. Sebab nama nama besar berseliweran pula menghiasi beranda media masa.

Hingga sampai detik akhir dimana sudah nyaris final kecamuk analisa netizen, nyatanya wajah wajah tak terduga lah yang maju. Siapa sangka Joko Widodo menjadikan Ma'ruf Amin pasangannya dan siapa menyangka pula Prabowo menggandeng Sandi. Namun demikian politik sebagai realitasnya.

Sisa sisa deklarasi itu melahirkan kisah. Tentang gagalnya salah satu kandidat untuk maju jadi pasangan cawapres. Sebut saja Mahfud MD dan Agus Harimurti Yudhoyono. Keduanya adalah sosok yang nyaris maju di detik akhir. Namun akhirnya gayung tak bersambut, takdir berkata tidak. Walau tetap menampilkan lontaran kata legowo, namun kisah mereka tetap tercatat dalam wara wiri politik. Netizen tetap saja beranggapan ada PHP dalam kisah ini.

Tenang, seberat apapun politik, tetap tak lebih berat dari hubungan yang tergantung. Hhhee.. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POLITIK DAN KETIDAK DEWASAANNYA

D"opini" “Semakin dewasa perpolitikan itu semakin terlihat kacau, antara yang memaknai dan yang berperan dalam mendefinisikan kacau, elit hilir mudik mencari cara untuk membentuk kemenangan dengan jalan prestisius dalam anggapannya” Apa yang kita paham tentang politik? Apa yang kita paham tentang kedewasaan? Adakah kaitan dari kedua kata ini? Politik dan kedewasaan adalah sebuah proses saling bertoleransi dan saling bersikap untuk sebuah upaya yang lebih baik melalui sistem kesadaran. Jika kita berbicara politik dan kedewasaannya, maka kita akan membicarakan sebuah sistem yang telah tertata rapi dan telah terbentuk dengan sangat detail sehingga orang diluar atau actor politik akan dapat memahami alur yang berkembang. Sistem yang dimaksud adalah sebuah sistem yang berlandaskan kesadaran. Sistem yang berlandaskan kesadaran adalah tingkatan sistem yang telah mencapai titik sempurna dan telah berada dalam tingkatan teratas dari berbagai sistem yang ada, sebu...

Tentang "Jadi" Jurnalis

Menjadi seorang jurnalis adalah sesuatu yang berbeda. Walau tak sekeren profesi lain semisal dokter, PNS, pegawai BUMN atau lainnya yang berseragam. Tidak hanya kalah keren, tapi profesi ini pun belakangan lebih sering bergelut dengan stigma. Banyak kalangan yang menilai profesi ini tidak lebih dari sekedar mencari kesalahan orang. Lalu menukarnya dengan rupiah. Ah kejam sekali mereka yang berpandangan demikian. Tapi ku kira bukan hal yang salah juga pandangan itu muncul. Bagaimana tidak sitgma itu muncul, jika kemudian “kartu pers” bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan mudah digunakan sebagai kartu sakti. Mending kalau kartu itu digunakan oleh orang yang tepat, orang yang paham akan fungsi dan etikanya. Jika digunakan oleh segelintir oknum, rasanya itu yang membuat stigma ini muncul. Seharusnya ada pembatasan dan aturan, yang bisa menjaga ini. Agar tak sembarang orang bisa mengidentikan dengan profesi jurnalis dan sedikit-sedikit atas nama “Pers”. Bayangkan, ketika kartu sakti...

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

  Credit foto : Detik.com Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung. Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu. Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial.  Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netize...