Langsung ke konten utama

The Returning dan Obat Sakit Kepala



Kemarin Sabtu sebenarnya enggak niat niat banget mau nonton. Sempat cek jadwal film, ternyata enggak ada yang kenal dengan judul judulnya. Sampai akhirnya ada satu film berjudul The Returning yang mampir di penglihatan saya. Awalnya gak tertarik juga, tapi pas lihat pemerannya ternyata Laura Basuki. 

Selama ini, siapa yang meragukan film Film dibintangi aktris kawakan Laura Basuki. Akhirnya dipilih juga tuh film, walau temanya horor.

The Returning adalah sebuah film bergenre horor yang mulai tayang pada 29 Oktober 2018 di semua bioskop se Indonesia. Film berdurasi 88 menit karya sutradara Witra Asliga ini cukup memberikan kesan yang menarik, khususnya bagi pecinta horor.

Setelah kita kehilangan sosok bintang horor Suzana, industri film horor Indonesia memang belum begitu baik. Sempat muncul film karya Sutradara kawakan Joko Anwar dengan judul Pengabdi Setan, jelas film ini seolah menjadi oase di Padang pasir. Tak mengecewakan, film ini dikemas dengan sangat baik.

Kembali ke The Returning, secara keseluruhan, film yang dibintangi oleh aktris fenomenal Laura Basuki dan Aktor Aryo Bayu ini sangat baik. Jalannya cerita yang membawa kita pada suasana keluarga yang harmonis namun tiba tiba diguncang oleh satu kehilangan besar cukup bisa dirasakan. Dimana Ario Bayu yang berperan sebagai Kolin alias suami Natalie (Laura Basuki) dan ayah dari Dom serta Meggy meninggal dunia saat mendaki.

Kehilangan sosok yang sangat berharga ini kemudian membuat Natalie merasakan trauma yang sangat mendalam. Sampai akhirnya ia bertemu dengan seorang lelaki tua yang mengatakan bisa mengembalikan sang suami.

Namun satu hal, kembalinya sang suami harus dibayar melalui perjanjian dengan iblis. Dimana jika ada yang kembali maka sudah seharusnya ada yang pergi.
Kisah horor keluarga ini sebenarnya menarik. Tidak banyak adegan mencekam yang ditonjolkan sepanjang jalannya cerita. Namun dalam ceritanya kita dibuat untuk terus menerka nerka siapa dan apa yang ada dibalik kisah ini. Muncul berbagai pertanyaan tentang sosok kolin apakah ia masih hidup atau sebenarnya hanya arwah hidup?

Tapi sayang dari indahnya film ini, gambar gambar yang diambil kurang begitu baik. Beberapa gambar tampak buram. Contohnya saja ketika cerita baru dimulai, dimana ada adegan Kolin yang sedang mendaki. Pemandangan yang diambil pun tampak blur, sehingga penonton dibuat sedikit pusing apakah matanya yang minus atau memang gambarnya yang kasar.

Bukan hanya itu, beberapa gambar yang di ambil pun tampak terputus. Atau bahkan geraknya terlalu mengganggu. Menurut saya, sangat disayangkan, film yang indah ini menjadi berkurang keindahannya hanya karena gambar. Padahal gambar ini adalah hal terpenting dalam film.

Tapi tetap saya tidak bisa sembunyikan bagusnya ide cerita di film ini. Tapi tenang, kalau nonton bisa sendirian, nanti pulang bisa berdua hhee.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POLITIK DAN KETIDAK DEWASAANNYA

D"opini" “Semakin dewasa perpolitikan itu semakin terlihat kacau, antara yang memaknai dan yang berperan dalam mendefinisikan kacau, elit hilir mudik mencari cara untuk membentuk kemenangan dengan jalan prestisius dalam anggapannya” Apa yang kita paham tentang politik? Apa yang kita paham tentang kedewasaan? Adakah kaitan dari kedua kata ini? Politik dan kedewasaan adalah sebuah proses saling bertoleransi dan saling bersikap untuk sebuah upaya yang lebih baik melalui sistem kesadaran. Jika kita berbicara politik dan kedewasaannya, maka kita akan membicarakan sebuah sistem yang telah tertata rapi dan telah terbentuk dengan sangat detail sehingga orang diluar atau actor politik akan dapat memahami alur yang berkembang. Sistem yang dimaksud adalah sebuah sistem yang berlandaskan kesadaran. Sistem yang berlandaskan kesadaran adalah tingkatan sistem yang telah mencapai titik sempurna dan telah berada dalam tingkatan teratas dari berbagai sistem yang ada, sebu...

Tentang "Jadi" Jurnalis

Menjadi seorang jurnalis adalah sesuatu yang berbeda. Walau tak sekeren profesi lain semisal dokter, PNS, pegawai BUMN atau lainnya yang berseragam. Tidak hanya kalah keren, tapi profesi ini pun belakangan lebih sering bergelut dengan stigma. Banyak kalangan yang menilai profesi ini tidak lebih dari sekedar mencari kesalahan orang. Lalu menukarnya dengan rupiah. Ah kejam sekali mereka yang berpandangan demikian. Tapi ku kira bukan hal yang salah juga pandangan itu muncul. Bagaimana tidak sitgma itu muncul, jika kemudian “kartu pers” bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan mudah digunakan sebagai kartu sakti. Mending kalau kartu itu digunakan oleh orang yang tepat, orang yang paham akan fungsi dan etikanya. Jika digunakan oleh segelintir oknum, rasanya itu yang membuat stigma ini muncul. Seharusnya ada pembatasan dan aturan, yang bisa menjaga ini. Agar tak sembarang orang bisa mengidentikan dengan profesi jurnalis dan sedikit-sedikit atas nama “Pers”. Bayangkan, ketika kartu sakti...

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

  Credit foto : Detik.com Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung. Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu. Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial.  Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netize...