Langsung ke konten utama

Wabah Dilan (Lagi)


2019 baru memasuki bulan ketiga. Yap, ini adalah saat yang ditunggu tunggu oleh banyak kalangan terutama milenial. Karena apa, pada 28 Februari film Dilan kembali di tayangkan secara serentak di seluruh bioskop setanah air. Baru sehari tayang film karya Pidi Baiq ini langsung tembus 800 ribu penonton. Bahkan hingga hari ini 2 Maret, tercatat sudah sampai 1 juta penonton yang rela berdesakan untuk melihat tokoh ciptaan Presiden Republik The Panas Dalam ini. Angkat aku jadi warga mu ayah...hmmm

Film yang merupakan sekuel dari kisah Dilan dia adalah Dilan ku tahun 1990 ini kembali dilanjutkan. Judulnya tak jauh beda yakni Dilan dia adalah Dilan ku Tahun 1991. Sudah pada tahu kan, Dilan ini bercerita tentang apa? Bukan soal pocong ga bisa cium kuntilanak, atau soal sengketa pilkada.

Yang jelas film ini bercerita tentang percintaan Dilan dan Milea Adnan Hussain. Kalau dalam film pertama dikisahkan bagaimana Dilan seorang panglima tempur geng motor asal Bandung jatuh cinta dengan gadis remaja asal Jakarta. Dengan berbagai cara jitu nan unik, lelaki pengendara motor CB ini mendekati Milea.

Pada kisah kedua ini Dilan sudah berhasil menaklukkan hati Milea dan resmi menjadi kekasihnya dengan bertandatangan di atas materai. Bahkan pada kisah ini Milea merasa dunia adalah milik berdua, dan yang lain ngontrak. Bagaimana tidak, saat ditanya cita cita Dilan si remaja tanggung itu bilang "Menikah sama kamu". Perempuan mana yang enggak klepek klepek kalau lelakinya bilang begitu. Unnncchh...

Terus adalagi, kata Dilan "Bandung mah sekarang menyenangkan ya, karena ada kamu,". Harusnya percakapan ini yang jadi kontroversi, jadi selama ini Bandung menyeramkan tanpa Milea. Haiihh, hajjjarr bleh.

Tapi sayang, kisah yang selalu menjadi buah bibir generasi milenial ini sempat terciderai oleh adanya penolakan seperti di Makasar Sulawesi Selatan. Musababnya, film Dilan dianggap menjadi contoh negatif bagi generasi muda. Dimana dalam film pertama ada adegan Dilan yang tak menaruh hormat pada gurunya Suripto. Bahkan dalam adegannya Dilan sampai mengejar ngejar Suripto untuk memukulnya.

Bukan hanya itu, kisah Dilan yang seorang panglima tempur geng motor juga dianggap berdampak buruk. Sebab banyak remaja yang merasa menjadi Dilan dan kemudian berperilaku kasar.

Ahh, kalau saya pikir Dilan hanyalah kisah. Tak perlu dijadikan sebuah polemik. Kalau kata pak ustadz mah ambil hikmahnya jangan yang buruknya. Sosok Dilan yang pantang menyerah, pemberani dan cerdas sebenarnya jadi contoh baik untuk generasi milenial. Walau dia badboy tapi pada orang yang lebih tua dia adalah sosok yang menghormati dan kerap guyon.

Kalau masih tak terima juga dengan Dilan, silahkan buat sosok tandingan. Mungkin bisa buat sosok Mukidi dia adalah Mukidi Tahun 2019. Buatlah Mukidi sebagai sosok yang alim, pandai mengaji, tak suka pacaran, apalagi jadi panglima tempur. Kan bisa saja (gendeng).

Tapi yang pasti, film Dilan ini memang kembali jadi wabah. Wabah di kalangan milenial, sehingga keberadaan Dilan menjadi pengganti wabah DBD yang sedang menyerang. Trauma saya.

Saya juga mau sama Dilan tapi yang cantik. Pesan satu ayah Pidi Baiq. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POLITIK DAN KETIDAK DEWASAANNYA

D"opini" “Semakin dewasa perpolitikan itu semakin terlihat kacau, antara yang memaknai dan yang berperan dalam mendefinisikan kacau, elit hilir mudik mencari cara untuk membentuk kemenangan dengan jalan prestisius dalam anggapannya” Apa yang kita paham tentang politik? Apa yang kita paham tentang kedewasaan? Adakah kaitan dari kedua kata ini? Politik dan kedewasaan adalah sebuah proses saling bertoleransi dan saling bersikap untuk sebuah upaya yang lebih baik melalui sistem kesadaran. Jika kita berbicara politik dan kedewasaannya, maka kita akan membicarakan sebuah sistem yang telah tertata rapi dan telah terbentuk dengan sangat detail sehingga orang diluar atau actor politik akan dapat memahami alur yang berkembang. Sistem yang dimaksud adalah sebuah sistem yang berlandaskan kesadaran. Sistem yang berlandaskan kesadaran adalah tingkatan sistem yang telah mencapai titik sempurna dan telah berada dalam tingkatan teratas dari berbagai sistem yang ada, sebu...

Tentang "Jadi" Jurnalis

Menjadi seorang jurnalis adalah sesuatu yang berbeda. Walau tak sekeren profesi lain semisal dokter, PNS, pegawai BUMN atau lainnya yang berseragam. Tidak hanya kalah keren, tapi profesi ini pun belakangan lebih sering bergelut dengan stigma. Banyak kalangan yang menilai profesi ini tidak lebih dari sekedar mencari kesalahan orang. Lalu menukarnya dengan rupiah. Ah kejam sekali mereka yang berpandangan demikian. Tapi ku kira bukan hal yang salah juga pandangan itu muncul. Bagaimana tidak sitgma itu muncul, jika kemudian “kartu pers” bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan mudah digunakan sebagai kartu sakti. Mending kalau kartu itu digunakan oleh orang yang tepat, orang yang paham akan fungsi dan etikanya. Jika digunakan oleh segelintir oknum, rasanya itu yang membuat stigma ini muncul. Seharusnya ada pembatasan dan aturan, yang bisa menjaga ini. Agar tak sembarang orang bisa mengidentikan dengan profesi jurnalis dan sedikit-sedikit atas nama “Pers”. Bayangkan, ketika kartu sakti...

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

  Credit foto : Detik.com Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung. Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu. Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial.  Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netize...