Langsung ke konten utama

Omnibuslaw Cipta Kerja dan Degradasi Kepercayaan Publik


Polemik tentang Omnibuslaw Rancangan Undang-undang Cipta Kerja sudah terjadi sejak awal pembahasannya. Sejumlah pasal yang menjadi isi dari aturan ketenagakerjaan baru tersebut dinilai banyak menyakiti hati para buruh. Gelombang aksi penolakan pun sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh para buruh. Suara suara tersebut terus disampaikan walau pelan. Ada yang bilang dalam RUU tersebut banyak pasal karet. Tapi ada yang bilang juga bahwa point' point yang di permasalahkan itu adalah hoax belaka. 


Tapi yang pasti puncaknya, pada Senin 5 Oktober Undang undang Cipta Kerja disahkan melalui sidang paripurna. RUU Cipta Kerja adalah satu dari empat omnibuslaw yang diusulkan pemerintah pada DPR. Tiga lainnya adalah soal perpajakan, ibukota baru dan kefarmasian. Semua usulan tersebut mendarat mulus dan masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2020.


Dalam perjalannya omnibuslaw RUU Cipta kerja tersebut mulai dibahas pada Februari 2020 dengan draft berisi 15 bab 17 pasal. Sampai akhirnya pada 3 Oktober Badan legislasi (baleg) DPR RI, DPD RI dan pemerintah setuju untuk membawa RUU Cipta Kerja ke rapat paripurna. RUU tersebut hingga disahkan telah dirapatkan sebanyak 64 kali. Sampai kemudian dari 9 fraksi DPR RI 6 diantaranya menyetujui, 1 fraksi yakni PAN menyetujui dengan catatan dan hanya dua fraksi yang menolak yakni Demokrat dan PAN. Dan tok, undang undang harapan anggota dewan pun disahkan. 


Satu hari pasca pengesahan, pro kontra pun terus terjadi. Gelombang aksi penolakan bahkan meluap di berbagai daerah. Puluhan ribu buruh turun ke jalan dan melakukan aksi mogok kerja nasional alias monas. Tak peduli corona omnibuslaw dianggap lebih mematikan dibandingkan virus impor tersebut. Bukan hanya buruh, kalangan mahasiswa pun turut andil menolak aturan tersebut. Aksi aksi penolakan heroik benar benar jadi teman lahirnya omnibuslaw. Ingat nak ini bukan cinta, yang bisa menggerakkan dukun agar bertindak ketika ditolak. Ini omnibuslaw.


Dalam pengesahan ini, yang menjadi catatan penting adalah emosi masyarakat khususnya para buruh terhadap wakil rakyat. Wakil rakyat telah merobohkan jembatan penghubung yang selama ini digunakan untuk mereka bisa berdiri dan duduk di Senayan. Jembatan itu adalah citra. Karena perlu diketahui dan sebenarnya sudah diketahui bersama pula bahwa selama ini masyarakat sudah jenuh dengan kehadiran para wakil rakyat tersebut. Bahkan sebuah pertanyaan kenapa harus ada wakil rakyat pun bisa terlontar? Pertanyaan awam yang tidak boleh dipandang sebelah mata ini perlu dipikirkan jawabannya secara nurani.


Adanya omnibuslaw bisa jadi telah menggerus citra lembaga DPR dimata publik. Seperti kata Water Lippman bahwa Citra adalah picture in our head. Masyarakat sebagai publik telah memberikan penilaiannya, selain dari buah tangan omnibuslaw, informasi informasi tentang kinerja wakil rakyat yang selama ini banyak disorot pun telah memberi gambaran matang di kepala banyak masyarakat. Seperti apa citra mereka. Walau kita ketahui yang namanya gambaran belum tentu sama dengan realitas, tapi setidaknya framing masyarakat tidak begitu baik dengan wakil rakyat ini. Cek saja berapa banyak meme tentang anggota dewan di mesin pencarian google atau yang beredar di media sosial. Atau keluhan masyarakat tentang penyesalan telah memberikan hak pilih pada wakil rakyat yang berseliweran di beranda media sosial.


Padahal, dalam sebuah negara yang menganut demokrasi citra adalah segalanya. Bila perlu citra harus dipertahankan dengan nyawa, jangan sampai lecet sedikitpun. Politikus di negara demokrasi rela melakukan berbagai cara untuk mendongkrak citranya agar terlihat sempurna, merakyat, dan benar benar mewakili bahkan bila perlu menjadi media darling. Kalau ketemu mertua cukup bawa martabak, kalau ketemu rakyat cukup tepati janji. Jangan jual janji manis lagi, karena rakyat sudah bosan ditebar janji yang tak tertepati dan dibawa sampai mati.


Ingetloh, karir politik tidak hanya berlangsung sampai Omnibuslaw disahkan. Tapi masih harus berjalan hingga tahun tahun dan rezim rezim berikutnya. Saat ini masyarakat (sebagian) mungkin mengingat siapa siapa saja yang turut andil mengesahkan RUU Cipta Kerja ini. Tapi jangan khawatir, selama dunia masih berputar citra masih bisa terus diciptakan hhhee. Bagi dunia politik, ada yang disebut citra sabun mandi, walau tidak bertahan lama tapi cukup untuk mengharumkan beberapa target pemilih. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POLITIK DAN KETIDAK DEWASAANNYA

D"opini" “Semakin dewasa perpolitikan itu semakin terlihat kacau, antara yang memaknai dan yang berperan dalam mendefinisikan kacau, elit hilir mudik mencari cara untuk membentuk kemenangan dengan jalan prestisius dalam anggapannya” Apa yang kita paham tentang politik? Apa yang kita paham tentang kedewasaan? Adakah kaitan dari kedua kata ini? Politik dan kedewasaan adalah sebuah proses saling bertoleransi dan saling bersikap untuk sebuah upaya yang lebih baik melalui sistem kesadaran. Jika kita berbicara politik dan kedewasaannya, maka kita akan membicarakan sebuah sistem yang telah tertata rapi dan telah terbentuk dengan sangat detail sehingga orang diluar atau actor politik akan dapat memahami alur yang berkembang. Sistem yang dimaksud adalah sebuah sistem yang berlandaskan kesadaran. Sistem yang berlandaskan kesadaran adalah tingkatan sistem yang telah mencapai titik sempurna dan telah berada dalam tingkatan teratas dari berbagai sistem yang ada, sebu...

Tentang "Jadi" Jurnalis

Menjadi seorang jurnalis adalah sesuatu yang berbeda. Walau tak sekeren profesi lain semisal dokter, PNS, pegawai BUMN atau lainnya yang berseragam. Tidak hanya kalah keren, tapi profesi ini pun belakangan lebih sering bergelut dengan stigma. Banyak kalangan yang menilai profesi ini tidak lebih dari sekedar mencari kesalahan orang. Lalu menukarnya dengan rupiah. Ah kejam sekali mereka yang berpandangan demikian. Tapi ku kira bukan hal yang salah juga pandangan itu muncul. Bagaimana tidak sitgma itu muncul, jika kemudian “kartu pers” bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan mudah digunakan sebagai kartu sakti. Mending kalau kartu itu digunakan oleh orang yang tepat, orang yang paham akan fungsi dan etikanya. Jika digunakan oleh segelintir oknum, rasanya itu yang membuat stigma ini muncul. Seharusnya ada pembatasan dan aturan, yang bisa menjaga ini. Agar tak sembarang orang bisa mengidentikan dengan profesi jurnalis dan sedikit-sedikit atas nama “Pers”. Bayangkan, ketika kartu sakti...

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

  Credit foto : Detik.com Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung. Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu. Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial.  Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netize...