Langsung ke konten utama

Kenapa harus tergila gila dengan gelar?

Status manusia hanya satu, yakni sebagai hamba di hadapan yang maha kuasa. Itu sudah mutlak, lalu apa yang perlu kamu banggakan? 

Sebenarnya kita semua tahu jawabannya, tapi mengingkari dengan berbagai alibi. Alibi tersebut lahir dari rasa lapar, lapar akan pujian, lapar akan kekuasan, lapar akan harta. Akhirnya cukup menjadi manusia yang pura pura bodoh, padahal gelarnya setinggi langit. 

Sekali lagi, bukan karena tak tahu, tapi karena tak mau mengakui bahwa kita adalah hamba. Tak ada raja, tak ada dewa, semua sama adalah hamba. Maka biadab sekali ketika kita mengaku lebih baik dari orang lain, wajar jika Tuhan kemudian membenci orang yang tamak dan sombong. 

Sedikit saja kesombongan dalam diri kita, maka telah menghapus hakekat gelar yang kita miliki. Gelar yang hanya sebatas simbol sosial itu, akan  tergerus maknanya, dan tak ada artinya, manakala kita merasa lebih tinggi, lebih penting bahkan lebih pintar dari orang lain. 

Iblis memang cerdik, tak mampu membuat orang malas beribadah, maka ia dorong untuk terus beribadah, yang tak mampu dibuat malas belajar, dibuat rajin belajar agar timbul rasa sombongnya. Sampai akhirnya manusia itu merasa lebih taqwa dibandingkan manusia lainnya. 

Bahkan terkadang, niat menasihati orang lain pun berangkat dari sebuah kesombongan, karena merasa lebih baik dari orang disekitarnya. Memang iblis begitu cerdik. ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POLITIK DAN KETIDAK DEWASAANNYA

D"opini" “Semakin dewasa perpolitikan itu semakin terlihat kacau, antara yang memaknai dan yang berperan dalam mendefinisikan kacau, elit hilir mudik mencari cara untuk membentuk kemenangan dengan jalan prestisius dalam anggapannya” Apa yang kita paham tentang politik? Apa yang kita paham tentang kedewasaan? Adakah kaitan dari kedua kata ini? Politik dan kedewasaan adalah sebuah proses saling bertoleransi dan saling bersikap untuk sebuah upaya yang lebih baik melalui sistem kesadaran. Jika kita berbicara politik dan kedewasaannya, maka kita akan membicarakan sebuah sistem yang telah tertata rapi dan telah terbentuk dengan sangat detail sehingga orang diluar atau actor politik akan dapat memahami alur yang berkembang. Sistem yang dimaksud adalah sebuah sistem yang berlandaskan kesadaran. Sistem yang berlandaskan kesadaran adalah tingkatan sistem yang telah mencapai titik sempurna dan telah berada dalam tingkatan teratas dari berbagai sistem yang ada, sebu...

Tentang "Jadi" Jurnalis

Menjadi seorang jurnalis adalah sesuatu yang berbeda. Walau tak sekeren profesi lain semisal dokter, PNS, pegawai BUMN atau lainnya yang berseragam. Tidak hanya kalah keren, tapi profesi ini pun belakangan lebih sering bergelut dengan stigma. Banyak kalangan yang menilai profesi ini tidak lebih dari sekedar mencari kesalahan orang. Lalu menukarnya dengan rupiah. Ah kejam sekali mereka yang berpandangan demikian. Tapi ku kira bukan hal yang salah juga pandangan itu muncul. Bagaimana tidak sitgma itu muncul, jika kemudian “kartu pers” bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan mudah digunakan sebagai kartu sakti. Mending kalau kartu itu digunakan oleh orang yang tepat, orang yang paham akan fungsi dan etikanya. Jika digunakan oleh segelintir oknum, rasanya itu yang membuat stigma ini muncul. Seharusnya ada pembatasan dan aturan, yang bisa menjaga ini. Agar tak sembarang orang bisa mengidentikan dengan profesi jurnalis dan sedikit-sedikit atas nama “Pers”. Bayangkan, ketika kartu sakti...

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

  Credit foto : Detik.com Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung. Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu. Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial.  Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netize...