Langsung ke konten utama

Suasana Belajar Akademisi yang Hilang, Menjadi Aspek Pemicu Keterpurukan Prestasi Kampus

Kampus adalah sebuah lembaga yang dapat dikatakan tempat berkumpulnya kaum intelektual yang tergolong dalam manusia beretika dan berilmu, segala pemahaman terdapat disana, ketika kita baru masuk dalam kehidupan dunia kampus kita akan tercengang ebtapa beragamnya ideology yang dimiliki oleh setiap individu dan membentuk sebuah golongan yang saling menyokong. Ideology kiri, kanan atau pertengahan pun ada disana, semua berkembang seperti jamur dimusim semi. Tak dapat dipungkiri bahwa iklim yang terjadi adalah menghangatnya suhu dalam pergaulan demokratisasi interaksi antar manusia di kitaran kampus tersebut, hingga berkembang menjadi faham akut yang dapat berpengaruh pada kehidupan sehari-hari penganutnya.
Ketika kita berbicara tentang pola pikir dari mahasiswa selau individu dalam lembaga tersebut, tentu kita tidak dapat menyalahkan atau membenarkan satu aspek semata namun kita mencoba melakukan pola pikir yang cover bothside atau melihat dari berbagai sudut pandang pembenaran dan persepsi, hingga bertemu pada satu tittik akar permasalahan yang ada. Seperti dalam sebuah model effect domino, kita harus tahu apa yang menyebabkan suatu hal terjadi sehingga kita harus tahu suatu hal tersebut secara jelas bukan secara menerka-nerka. Prestasi kampus yang saya tempati ini dapat dibilang semakin hari semakin berada pada jalur keterpurukkan acapkali para petinggi kampus mengatakan untuk peningkatan akreditasi namun tidak dibarengi dengan perubahan secara substansial, hanya sebatas structural semata yang berubah, seperti perubahan bidang kerja staff, dosen atau waktu kuliah mahasiswa tanpa memperhatikan apa yang menjadi akar permaslahan ini untuk dirubah secara substansial.
Ekses yang ada adalah, menurunnya prestasi kampus ini adalah disebabkan adanya iklim pembelajaran yang tidak mendukung organisasi lembaga berkembang baik dan benar, seperti kita tidak berada dalam lingkungan kampus, namun kita tengah berada pada tataran taman bermain, sikap dosen yang tidak lebih rajin dari mahasiswa membuat mahasiswa merasa bebas dan tak punya disiplin belajar, bahkan secara subyektifitas suasana ujian pun sudah tidak dapat dirasakan lagi yang ada ujian hanya sebatas formalitas tanpa ada substansial hasil pemahaman dari peserta didik. Iklim yang buruk telah menjadikan kampus kurang berkompeten, walaupun segala aspek structural dirubah bahkan direshufle sekalipun tetap tidak akan berpengaruh banyak karena akar permasalahan yang ada tidak pernah coba dirubah bahkan terkesan diabaikan.
saya pernah mengamati bagaimana kegiatan mahasiswa dibeberapa kampus negeri lainnya, disana saya melihat mahasiswa banyak yang asik berdiskusi atau melihat fenomena mahasiswa yang berangkat kuliah dengan cara terburu-buru atau tergesa-gesa karena telah ditunggu oleh dosennya dikelas, dan ini memaksa disiplin akademik sehingga mahasiswa tidak memiliki banyak waktu untuk dapat bermain diluar atau dalam bahasa kampusnya mahasiswa kura-kura dan kupu-kupu yang banyak berkeliaran diluar kampus bahkan didalam kampus pun hanya sebatas merasa tengah bermain bukan sedang ebrada dalam suasana belajar.
Ini akan memicu perbaikan pada berbagai aspek dikemudian harinya, iklim yang sehat akan dibentuk dari keseharian dan aktivitas yang disiplin, sehingga maksimalisasi kegiatan akademsi akan terpenuhi secara baik dan tidak menimbulkan pemahaman yang kerdil atau ideology miring yang hadir dari persepsi mahasiswa sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POLITIK DAN KETIDAK DEWASAANNYA

D"opini" “Semakin dewasa perpolitikan itu semakin terlihat kacau, antara yang memaknai dan yang berperan dalam mendefinisikan kacau, elit hilir mudik mencari cara untuk membentuk kemenangan dengan jalan prestisius dalam anggapannya” Apa yang kita paham tentang politik? Apa yang kita paham tentang kedewasaan? Adakah kaitan dari kedua kata ini? Politik dan kedewasaan adalah sebuah proses saling bertoleransi dan saling bersikap untuk sebuah upaya yang lebih baik melalui sistem kesadaran. Jika kita berbicara politik dan kedewasaannya, maka kita akan membicarakan sebuah sistem yang telah tertata rapi dan telah terbentuk dengan sangat detail sehingga orang diluar atau actor politik akan dapat memahami alur yang berkembang. Sistem yang dimaksud adalah sebuah sistem yang berlandaskan kesadaran. Sistem yang berlandaskan kesadaran adalah tingkatan sistem yang telah mencapai titik sempurna dan telah berada dalam tingkatan teratas dari berbagai sistem yang ada, sebu...

Tentang "Jadi" Jurnalis

Menjadi seorang jurnalis adalah sesuatu yang berbeda. Walau tak sekeren profesi lain semisal dokter, PNS, pegawai BUMN atau lainnya yang berseragam. Tidak hanya kalah keren, tapi profesi ini pun belakangan lebih sering bergelut dengan stigma. Banyak kalangan yang menilai profesi ini tidak lebih dari sekedar mencari kesalahan orang. Lalu menukarnya dengan rupiah. Ah kejam sekali mereka yang berpandangan demikian. Tapi ku kira bukan hal yang salah juga pandangan itu muncul. Bagaimana tidak sitgma itu muncul, jika kemudian “kartu pers” bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan mudah digunakan sebagai kartu sakti. Mending kalau kartu itu digunakan oleh orang yang tepat, orang yang paham akan fungsi dan etikanya. Jika digunakan oleh segelintir oknum, rasanya itu yang membuat stigma ini muncul. Seharusnya ada pembatasan dan aturan, yang bisa menjaga ini. Agar tak sembarang orang bisa mengidentikan dengan profesi jurnalis dan sedikit-sedikit atas nama “Pers”. Bayangkan, ketika kartu sakti...

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

  Credit foto : Detik.com Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung. Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu. Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial.  Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netize...