D"Opini"
Setiap
wakil rakyat yang baru akan jadi (bakal calon), pasti melempar janji yang semanis madu. Bahkan madu
baduy pun kalah manisnya. Kebaikan ditebar di mana-mana, seperti cocacola yang
tebar kebaikan saat Ramadhan tiba. Program-program unggulan di luncurkan, jalan
diperbaiki (red: alakadarnya), kepengajian desa mendadak rajin datang,
tiba-tiba berpeci bersorban. Rakyat seperti jadi kekasih yang di penuhi semua
maunya, tapi hanya sebatas janji. Sok kenal pada rakyat, padahal rakyat bilang
juga “siapa dia?”. PDKT jadi istilah yang paling tepat kalau sudah dekat dengan
pemilu, banyak wajah bertebaran di pinggiran jalan, bahkan iklan rokok dan
minuman yang biasanya penuhi jalanan kini space
iklannya sudah sold out di borong.
Media
sibuk memberikan God news dan Hot news aktivitas yang dilandasi kepentingan dan
berbau harum sabun mandi serta di lakukan seolah iklas layaknya malaikat penebar
wahyu dan rizki. Harmonica jadi lantunan melodi untuk sang actor demokrasi yang
minta di pilih oleh rakyat. Saat itulah terpikir rakyat adalah segalanya, cinta
mati pada rakyat, berjuang demi rakyat, segala atas nama rakyat. Kemiskinan
adalah musuh bersama (katanya), kebodohan harus di tumpas, persaudaraan adalah
impian yang harus ditegakkan. Semuanya akan tiba pada masanya, yang tidak akan
lama lagi itu menjadi moment di mana kita akan terbuai dengan siraman rohani
para pelipur lara.
Actor
demokrasi?, sudah jadi actor tapi ko malah jadi antagonis pas berperan di atas
panggung. Saat di casting semuanya
berperan seperti tokoh utama yang baik hati, bak dewa dan malaikat atau ibu
peri yang bersayap putih dan baik hati. Tidak ada yang casting berperan gila, bodoh, dungu, atau jahat, semuanya ingin
dilihat dan dipandang apik. Terus di gosok citranya, sampe mengkilat kaya batu akik,
bahkan yang lihat sampe silau terkesima, “ya Allah itu pemimpin kami” (kata
rakyat).
Pada
kenyataannya, janji kesejahteraan yang di tawarkan itu hanya bualan, rakyat
terus saja dilupakan. Bagaimana bisa dibilang berjuang demi rakyat, jika pada
akhirnya mereka lupa. Berperan dari tak berpeci jadi berpeci lalu dilepas, dari
tak berjilbab jadi berjilbab lalu dilepas. Kesejahteraan yang adil dan merata
hanya ada di negeri matahari, sebuah negeri yang mengatasnamakan kebersamaan,
bahwa semua yang ada di negeri itu adalah milik bersama, termasuk para istri.
Buat apa kita harus selalu diberi janji, sudah seperti speaker butut ngoceh di
mimbar. Pada akhirnya kita hanya korban PHP. Non sense kesejahteraan yang ada kemelaratan yang merajalela.
Komentar
Posting Komentar