Langsung ke konten utama

PARADOKS itu Cinta



"kata Gue"

                Jadi manusia pasti pernah kan jatuh cinta? Pernah punya gebetan yang kemudian jadi mantan, mau mantan pacar atau mantan gebetan sekalipun. Atau kita juga pernah punya rasa cinta yang begitu gila, begitu menggebu pada manusia lainnya yang disebut wanita untuk ku pria, dan pria untuk mu wanita. Normal sih kalau gw bilang, yang ga normal itu kalau tak pernah merasakan semuanya. Kenapa normal? Karena itu artinya hati kita berjalan semestinya dan berfungsi dengan baik.
                Pernah menggilai? Pernah merindu dengan damai? Pernah merindu dengan kesah? Atau mungkin pernah merindu dengan gulana. Semuanya adalah bahasa cinta, baik itu di cintai ataupun mencintai. Semuanya terasa sama saja, sama-sama membuat kita berbunga.
                Jatuh cinta itu seperti kita menemukan mainan baru, rasanya hidup ini selalu update dihadapan kita, dan yang lain berjalan lambat. Sehingga pantas kita bilang waktu cepat berlalu, karena kita yang merasa semuanya berjalan lebih cepat dari semestinya. Cinta pula yang disebut mesin waktu yang dapat mengantarkan kita pada keadaan yang indah dan buruk. Jika cinta telah berhadapan dengan waktu atau kamu sebut tempo, maka cinta itu akan tunduk pada keadaannya.
                Bahasa itu hanya ungkapan yang tak pernah habis jika membahasnya.
Gw bilang paradoks untuk rasa yang satu ini, entah kenapa tapi memang begitu kenyataannya.
Sebut saja kita ini melindungi, tapi kita yang merasa nyaman. Bukankah seharusnya yang dilindungi yang akan merasa nyaman, tapi kenyataannya sebaliknya, pelindung itu yang merasa nyaman jika melindungi sang tercinta.
Sebut saja merindukan, walau tersiksa, tapi nyatanya kita masih bahagia dengan perasaan rindu walaupun mendalam dan membuat denyut nadi tak beraturan. Saat rindu datang rasanya gundah dan semuanya tetap dinikmati.
Sebut saja mencintai, nyatanya kita bahagia dengan mencintai, padahal kita berbagi, yang seharusnya dia yang dicintai lah yang bahagia, dan kita sewajarnya. Tapi nyatanya dengan mencintai kita yang jadi bahagia.
Sebut saja patah hati itu sakit, bahkan menyiksa bathin. Saat patah kita bilang tak mau lagi mengenal cinta, apalagi pernah di duakan, dan rasanya dunia berakhir, kemudian cemburu, bertengkar, tapi semuanya tetap saja dinikmati.
Mana mungkin kita mau menjalani pesakitan, dan itu hanya berlaku dalam satu kata “cinta”. Entahlah belum saya paham, kalau semuanya mengkerdilkan, tapi tetap saja kita tak pernah menganggap cinta itu pembawa bencana. Semua orang bilang cinta itu anugerah.
Dan itu cinta yang selalu paradoks.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POLITIK DAN KETIDAK DEWASAANNYA

D"opini" “Semakin dewasa perpolitikan itu semakin terlihat kacau, antara yang memaknai dan yang berperan dalam mendefinisikan kacau, elit hilir mudik mencari cara untuk membentuk kemenangan dengan jalan prestisius dalam anggapannya” Apa yang kita paham tentang politik? Apa yang kita paham tentang kedewasaan? Adakah kaitan dari kedua kata ini? Politik dan kedewasaan adalah sebuah proses saling bertoleransi dan saling bersikap untuk sebuah upaya yang lebih baik melalui sistem kesadaran. Jika kita berbicara politik dan kedewasaannya, maka kita akan membicarakan sebuah sistem yang telah tertata rapi dan telah terbentuk dengan sangat detail sehingga orang diluar atau actor politik akan dapat memahami alur yang berkembang. Sistem yang dimaksud adalah sebuah sistem yang berlandaskan kesadaran. Sistem yang berlandaskan kesadaran adalah tingkatan sistem yang telah mencapai titik sempurna dan telah berada dalam tingkatan teratas dari berbagai sistem yang ada, sebu...

Tentang "Jadi" Jurnalis

Menjadi seorang jurnalis adalah sesuatu yang berbeda. Walau tak sekeren profesi lain semisal dokter, PNS, pegawai BUMN atau lainnya yang berseragam. Tidak hanya kalah keren, tapi profesi ini pun belakangan lebih sering bergelut dengan stigma. Banyak kalangan yang menilai profesi ini tidak lebih dari sekedar mencari kesalahan orang. Lalu menukarnya dengan rupiah. Ah kejam sekali mereka yang berpandangan demikian. Tapi ku kira bukan hal yang salah juga pandangan itu muncul. Bagaimana tidak sitgma itu muncul, jika kemudian “kartu pers” bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan mudah digunakan sebagai kartu sakti. Mending kalau kartu itu digunakan oleh orang yang tepat, orang yang paham akan fungsi dan etikanya. Jika digunakan oleh segelintir oknum, rasanya itu yang membuat stigma ini muncul. Seharusnya ada pembatasan dan aturan, yang bisa menjaga ini. Agar tak sembarang orang bisa mengidentikan dengan profesi jurnalis dan sedikit-sedikit atas nama “Pers”. Bayangkan, ketika kartu sakti...

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

  Credit foto : Detik.com Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung. Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu. Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial.  Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netize...