Menabung, langkah
kongkrit membentuk generasi anti Korupsi
Rampok di negeri ini
sudah tidak malu berkeliaran bebas, tersenyum wara wiri di liputan media masa. Berani
jahat asal tak melarat, lebih malu hidup miskin daripada jadi tukang tipu,
lupalah jadi manusia.
Kita sudah sering mendengar tentang
kasus yang ramai dibicarakan orang. Kasus yang menyeret para aparat Negara.
Merugikan banyak pihak, dan jelas itu adalah kejahatan yang nilainya jauh dari
sekedar maling ayam atau maling sandal di masjid. Kalau perampokan jelas kita
teriakan itu rampoknya yang bersenjata, dan berkelakuan keras dan kasar meminta
harta yang di miliki korban secara paksa. Kalau dia maling jelas dia
mengendap-ngendap agar tak diketahui orang. Dan jelas jika tertangkap, sudah
pasti habis di amuk masa.
Tapi, kejahatan yang ini berbeda.
Pelakunya sopan-sopan, dari kalangan terpelajar, berdasi bahkan beragama yang
taat. Kemudian, penghasilan mereka pun bisa di bilang jauh lebih dari kata
cukup. Jika kita bandingkan dengan para perampok atau maling atau juga jambret,
mereka melakukan aksinya biasanya dilandasi ekonomi yang lemah. Mereka
kesulitan memenuhi kebutuhan ekonomi di tengah tuntutan zaman yang semakin
keras dan kejam. Sedangkan untuk aksi satu ini yang kita sebut “Korupsi”
landasannya saya yakin bukan lagi ekonomi yang mendesak. Bukan lagi karena tak
bisa makan, atau membeli susu anak di rumah. Namun landasannya adalah
keserakahan si pelaku. Perut yang sudah buncit jelas dia kenyang akan harta,
atau mungkin mau disebut busung lapar. Lapar akan status sosial yang tinggi, di
tengah pergaulan nasional dan internasional.
Saat tertangkap pun mereka tidak
seperti seorang maling ayam yang babak belur dan di perlihatkan wajah malu dan
melas. Namun mereka senyum sana-sini di liput media, wajah yang seperti puas
dan bangga. Tidak terlihat wajah kasihan, atau wajah babak belur di hakimi.
Padahal nilai yang di curi jelas lebih besar dari si maling ayam yang habis
dihakimi warga, ditegaskan kembali.
Kita bisa sebutkan, pelaku korupsi
yang lebih familiar atau beken dengan
nama “Koruptor” ini banyak berasal dari kalangan pejabat pemerintah. Baik itu
dari daerah, hingga pemerintah pusat, semuanya adalah aktor yang lihai dalam
membentuk jaringan korupsi. Banyak wakil-wakil rakyat yang ketika akan naik
berteriak demi rakyat, demi keadilan, demi kesejahteraan dan demi pembangunan
yang merata, namun saat jadi sudah berubah tujuannya.
Manusia memang tidak pernah bisa
dilepaskan dari hasrat untuk menguasai atau menaklukan. Menaklukan harga diri
orang lain, menaklukan status sosial yang tinggi. Sehingga untuk memenuhi
hasrat tersebut, mereka melakukan berbagai cara asalkan harga diri dan status sosial
mereka melonjak naik. Tidak cukupkah gaji yang mencapai puluhan juta rupiah?
Tidak cukupkah tunjangan yang nilainya ratusan juta rupiah?. Jika kita bicara
moral, itu sudah terlampau basi, karena polisi moral jelas mereka lebih khatam.
Pelakunya saja bergelar sarjana doctor, bahkan professor ko, jadi tak perlu
mengajari ikan berenang.
Adalah korupsi kejahatan yang telah
merajalela ini. Sudah jadi topik utama harian berita di tanah air. Kalau dalam
sebulan tidak ada kasus korupsi yang diangkat media, itu jadi terasa aneh.
Seperti belum minum kopi rasanya, jadi kurang lengkap. Korupsi adalah kejahatan
yang terorganisir, sudah membudaya dan sudah lekat dengan pejabat kita. Koruspi
juga adalah sebuah kejahatan yang laten, setiap orang berpotensi dan berbakat
jadi pelakunya jika sudah punya jabatan. Menurut Robert Klitgaard Korupsi
adalah suatu tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi jabatannya
dalam Negara, dimana untuk memperoleh keuntungan status atau uang yang
menyangkut diri pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri), atau
melanggar aturan pelaksanaan yang menyangkut tingkah laku pribadi. Sedangkan
menurut Mubyarto, korupsi merupakan suatu masalah politik lebih dari pada
ekonomi yang menyentuh keabsahan (legitimasi) pemerintah di mata generasi muda,
kaum elite terdidik dan para pegawai pada umumnya. Kemudian dalam UU No. 31
Tahun 1999 dijelaskan perihal korupsi yaitu setiap orang yang dengan sengaja
secara melawan hukum untuk melakukan perbuatan dengan tujuan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian
keuangan Negara atau perekonomian Negara.
Dari pengertian-pengertian tersebut,
jelas bahwa korupsi merupakan tindakan yang sangat merugikan Negara.
Memiskinkan rakyat, dan menjauhkan dari kesejahteraan dan keadilan. Sehingga
apa yang di ucapkan para calon wakil rakyat itu semuanya adalah sebuah gombalan
belaka. Dan kita simpulkan bahwa korupsi
terjadi karena faktor ekonomi yang selalu merasa kurang. Kurang dalam artian
belum terpenuhi hasrat menguasai dan menaklukannya.
Apa yang masyarakat dapat lakukan
untuk mencegah terus berkembangnya tindak pidana korupsi ini? Bagaimana pun
tindak pidana korupsi lahir dan besar di masyarakat, karena masyarakat lah yang
membentuknya menjadi budaya. Sehingga harus pula dilakukan pembenahan dan
solusi yang memasyarakat pula untuk membentuk suatu budaya yang elegan dan
memiliki sifat rekonstruksi.
Adalah membudayakan menabung pada
anak-anak kita. Membiasakan berhemat, dan tidak berlebihan. Membiasakan
aktivitas menabung artinya membentuk karakter generasi yang pandai menghemat
harta. Mengapa menabung? Karena seperti yang tergambarkan sebelumnya di awal,
korupsi terjadi karena ekonomi yang terus ingin di penuhi, sedangkan alat untuk
memenuhi hasratnya tidak dimiliki sepenuhnya. Sehingga lahirlah kejahatan yang
sopan itu yang kita sebut korupsi.
Menabung merupakan kegiatan
menyimpan sebagian uang yang kita miliki pada suatu tempat. Dengan menabung, akan membuat generasi
terbiasa memenuhi kebutuhan mewahnya atas usahanya sendiri. Kebutuhan mereka
yang konsumtif akan dipenuhi oleh hasil tabungannya sendiri. Dengan menabung
pula akan membiasakan menjalankan pola
hidup hemat dan juga merupakan pembangunan karakteristik untuk tidak
menghamburkan uang yang sangat penting untuk diterapkan sejak dini.
Manfaat menabung memang tidak bisa
dipungkiri kegunaannya bagi kehidupan, terlebih pada bidang keuangan. Tidak
jarang orang yang berpenghasilan tinggi, namun tidak terlihat hasilnya. Hal
tersebut bisa saja karena cara mengatur keuangannya yang belum benar yang
ditambah pula dengan kebiasaan tidak menabung. Sehingga lahirlah generasi para
koruptor, yang gajinya besar tapi tetap kekurangan.
Menabung tidak akan merugikan kita,
giat menabung semenjak dini tidak hanya bermanfaat melainkan juga dapat
membentuk karakter kita sebagai orang hemat dan memenuhi kebutuhan sendiri
(terutama kebutuhan primary) bukan semua yang kita inginkan.
Dengan menabung pula sugesti postif
tentang menghargai uang akan lebih terasa. Menghargai jerih payah dan
menghargai rasa kemanusiaan yang mulai hilang saat ini. Mari berantas korupsi dengan gerakan mari
menabung.
Komentar
Posting Komentar