Budaya
SERANG,(Mosaic).-
Masyarakat
Desa Tengkurak, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang memiliki tradisi yang
unik untuk mengungkapkan rasa pedulinya terhadap daerah aliran Sungai Ciujung.
Salah satu tradisi tersebut yakni melakukan ruwatan terhadap aliran Sungai yang
menjadi sumber penghidupan mereka tersebut. Acara yang telah berlangsung sejak
dua tahun terakhir ini biasa dilaksanakan setiap awal bulan Syafar.
Tradisi
ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur pada yang maha kuasa yang telah
memberikan keberkahan kepada para nelayan. Sebab, Aliran Sungai Ciujung sangat
vital perannya di masyarakat. Namun sayang, setelah beberapa tahun terakhir,
aliran sungai ini mulai di kotori dengan berbagai limbah pabrik. Akibatnya,
aliran sungai menjadi tercemar. Bahkan jika kemarau, aliran sungai ini tercium
bau limbahnya. Namun jika musim penghujan, aliran sungai meluap lantaran adanya
pendangkalan sedimentasi lumpur.
Sebelum
prosesi ruawatan dimulai, tampak warga sekitar sibuk mempersiapkan segalanya.
Mulai dari sesaji, makanan hingga barisan kapal yang sudah dijajarkan teratur
di bibir sungai. Kepala kerbau sebagai satu bagian sesaji yang tidak bisa
dipisahkan.
Pagi
itu beruntung rasanya saya bisa melihat dan mengikuti acara penting tersebut.
Tampak puluhan warga sekitar sudah ramai dan sibuk sejak pagi-pagi sekali untuk
mempersiapkan pelaksanaan acara sakral tahunan tersebut. Berbagai kapal nelayan
yang telah dihias dengan umbul-umbul, bendera warna warni dan hiasan lainnya
berjajar dipinggiran Sungai Ciujung tersebut secara rapi.
Tampak
pula disana telah tersaji satu buah kepala kerbau yang dimasukan ke dalam
kapal-kapalan yang terbuat dari pohon pisang dengan dilapisi kain berwarna merah
jambu. Menurut keterangan warga sekitar, Kapal-kapalan kecil tersebut nantinya
akan dihanyutkan di tengah laut, yang sebelumnya akan melakukan ritual dengan
berputar-putar terlebih dahulu di sekitar aliran sungai tersebut sebanyak 3
kali.
Prosesi
penghanyutan kepala kerbau itu diantarkan oleh puluhan kapal lainnya yang
diiringi alunan gamelan sepanjang perjalanannya. Setelah sekitar satu jam
mencapai lautan, kepala kerbau yang berada di dalam kapal-kapalan tersebut
dihanyutkan. Lantas, kapal lainnya yang sejak awal menjadi pengiring menabrak
sesembahan tersebut hingga tenggelam. Saya yang mengikuti hingga ketengah
lautan, amat mencium aroma sacral kemenyan selama prosesi tersebut. Rasanya
ruwatan itu memang terasa sekali kesakralannya.
Warga
Sekitar Anton Susilo mengatakan, ruwatan ini dilaksanakan sejak tahun 2015
lalu. Sejak saat itu acara tersebut menjadi kegiatan rutin tahunan yang kerap
dilaksanakan. Kegiatan ini adalah murni dilakukan oleh masyarakat, sebagai
bentuk pelestarian budaya. Anggarannya pun terbatas, masyarakat nelayan
khususnya melakukan iuran dan bergotong royong bersama warga lainnya untuk bisa
menyelenggarakan agenda tersebut. “Acara ruwatan ini kan setiap tahun
dilaksanakan, jadi ini yang kedua,”kata Anton saat ditemui di sekitar aliran
Sungai Ciujung, beberapa waktu lalu.
Anton
menuturkan, kegiatan ini merupakan adat istiadat yang harus dilestarikan. Makna
dari kegiatan ini bagi nelayan buka hanya persembahan saja, namu bentuk rasa
syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat berlimpah melalui aliran
sungai dan laut. “Karena bagi masyarakat nelayan, laut adalah sumber
hidup,” ucapnya.
Ia
mengatakan, kegiatan ini biasanya dilaksanakan setiap awal bulan Syafar. Namun
untuk tahun ini terasa berbeda karena bertepatan dengan peringatan hari
pahlawan 10 November. Ia mengatakan, hal itu sejalan pula dengan sejarah Sungai
Ciujung yang dibuat oleh salah seorang pahlawan dari Banten yakni Sultan Ageng
Tirtayasa, sehingga ini menjadi satu kebanggan tersendiri bisa menyelenggarakannya.
“Kami bangga dengan kesultanan itu, karena telah mendesain Sungai Ciujung
ini,”ujarnya.
Pria
yang juga menjabat sebagai ketua umum riung hijau tersebut berharap, acara
semacam ini bisa terus dilaksanakan dari tahun ketahun. Jangan sampai hal
menarik yang telah menjadi bagian dari budaya Kabupaten Serang ini hilang
begitu saja. Harapannya, kedepan acara semacam ini bisa lebih didukung oleh
dinas terkait. Selain, itu ia berharap tradisi ini bisa memberi kemakmuran dan
kesejahteraan bagi para nelayan. “Harapannya kedepan ini ada kemakmuran dan
kesejahteraan bagi nelayan serta kebersamaan bagi para nelayan,”tuturnya.
Aacara
sacral tersebut juga dihadiri oleh perwakilan dari Kementrian Lingkungan Hidup.
Safrudin, Kasi Alokasi Beban dan Pencemaran Kementrian Lingkungan Hidup mengaku
menyambut baik adanya pelaksanaan tradisi tersebut. Sebab acara ini merupakan
kegiatan yang positif dan bisa meningkatkan peran serta masyarakat dalam hal
peningkatan kualitas sungai Ciujung sendiri. Kegiatan ini adalah
inisiatif dari masyarakat sekitar, dengan demikian pemerintah hanya bertugas
untuk mendukung pelaksanaannya “Itu sangat besar sekali,”katanya.
Menurutnya,
melalui acara ini masyarakat bisa sekaligus mengontrol dan memonitor keadaan
aliran sungai. Sebab, saat ini di Indonesia sendiri memang sudah banyak
terbentuk komunitas peduli lingkungan, khususnya sungai, dan itu sangat berguna
untuk membantu pemerintah dalam mengawasi sungai agar tidak tercemari.
“Kemudian yang kedua mulai menyadarkan sesama masyarakat supaya tidak
membuang sampah sembarangan, karena salah satu potensi pencemaran itu dari
sampah,”ujarnya.
Ia
mengatakan, perawatan sungai Ciujung ini sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun
2016, dan itu sudah menjadi rencana tahunan, dan pemerintah sudah memiliki rencana
mulai dari KLH, PU hingga Pemkab Serang dalam perawatannya. Dengan demikian
pada tahun 2017 tinggal melanjutkan apa-apa yang belum terlaksana ditahun
sebelumnya saja. “Saya kira peningkatan kualitas sungai sehingga bisa lebih
baik kondisinya, kemudian juga dari segi kuantitas seharusnya tidak sampai
kekeringan dan saat musim hujan juga tidak sampai banjir,”katanya.
Komentar
Posting Komentar