Sudah dari sore ini tubuh yang
bernyawa ini masih saja terbaring diatas kasur biru, tipis dan kolot atau
mungkin usang. Tubuhnya tidak beranjak, dan masih saja dalam posisi berbaring,
matanya masih asyik memandang gadget yang dibelikan ibunya itu, sesekali
matanya melirik ke sekitar. Memang sedang sendiri jadi terasa sepi, khawatir
ada hal-hal yang beranjak dan menakutinya. Jemarinya masih saja berolah raga
ria dengan tombol-tombol huruf yang ada di gadgetnya itu, yang paling aktif itu
ibu jarinya di kedua tangannya, tak bisa berhenti, kalau dia bisa bicara dia
bilang “woyy gw cape kali, dari tadi mencet-mencet mulu, udah kaya buruh di
Arab..kaya romusa dizaman Jepang, gw bukan gitu yah” atau mungkin dia akan iri
pada kelingkingnya yang hanya diam dan berada pada zona nyaman, ekspresi
kemerdekaan seperti PNS yang sudah jadi pensiunan, padahal masa kerja saja
sudah menganggur. Dan kelingkingnya pasti bilang “gini nih idup, nyaman bener,
ga perlu ngapa-ngapain,...” sambil melengkingkan otot-ototnya yang mulai kaku
karena jarang bergerak dan bangga.
Matanya sesekali memicing pada
kata-kata yang muncul di beranda akunnya. Dia tersenyum, tertawa, murung dan
semuanya masih dalam posisi tubuh yang sama. Tembok-tembok disekitarnya yang
kuning dan sudah berbulan-bulan melihat aktivitas tubuh itu, dia sudah bosan
kalau dia bisa berbicara pasti dia bilang “manusia macam apa dia, sudah seperti
mayat hidup, hanya tertawa, nangis, tapi ga beranjak juga dari tempatnya
cuiihh..”
Sudah seperti Rahwana yang terjepit
gunung atau mungkin seperti kera sakti yang mendapatkan hukuman dan dijepit
puncak mahameru lalu diam bertahun-tahun, tapi dia berbeda, dia mengistirahatkan
dirinya atas kemalasannya sendiri, bukan karena hukuman yang tak mendapatkan
amnesty atau semacamnya.
“tik tok tik tok tik tok..” jarum jam
di ruangan itu berdetak sejak tadi dan angka yang ditunjukannya sudah lumayan
malam, sudah ada di angka 22.22. Itu artinya manusia normal sudah banyak yang
berpindah alam dari dunia nyata ke pulau kapuk, dan sebagian ada yang sudah
benrcengkrama mesra dengan pasangan khayalannya, memadu kasih dan berlari-lari
di taman bunga yang penuh dengan mawar berduri. Lalu kupu-kupu merah jambu
berterbangan riang, mengepakkan sayapnya tapi hanya menggoda, sebagian lainnya
sudah berkeringat dingin dihantui rasa-rasa akan mati, dikejar dan akan berada
pada alam kematian karena malaikat pencabut nyawa sudah ada dihadapannya,
dengan geram dan wajah memerah siapkan tangan untuk menarik roh dari jasadnya.
Ahh semuanya hanya mimpi-mimpi para manusia yang penuh khayal. Tapi selalu
dibilang bunga tidur, jadi mungkin benar disebut bunga tidur, dan bunga tidak
selamanya harum ada yang bau seperti raflesia atau juga kantong semar, begitu
juga mimpi.
Insomnia, para dokter yang dididik di
universitas bilang penyakit yang tak bisa tidur seperti ini. Padahal tubuh ini
tak meneguk secangkir kopi pun sejak tadi, tak memindahkan kafein kedalam
tubuhnya. Tapi memindahkan beragam fakta konyol dunia ke dalam alam pikirannya,
dia masih menjadi sosok yang tak bergerak, tertidur sejak tadi, dan seperti
tubuh bernyawa tapi kaku.
Tinggal membiru lalu dingin datang,
dan sebuah peti datang menghampiri menghantarkannya ke peraduan hidup,
menghadapi tuhan dengan kepolosannya, seperti anak kecil yang ditanya orang
yang menggodanya “sudah makan belum?”. Dengan tak punya dosa dia bilang belum.
Lalu munkar dan nankir menghajar habis-habisin dan memberinya ganjaran atas
perilakunya di dunia. Karena dia berdusta dengan jawaban yang polos itu.
“Yang dirumah pas malam minggu itu
pasti Jombo#akurapopo”
Retweetnya banyak sekali, ga
kira-kira, apa sih yang dmaknai dengan Jomblo, lalu ada hastag aku rapopo,
memang kalau di rumah pas malam minggu itu selalu Jomblo, dan apa masalahnya dengan
Jomblo, pergaulan itu selalu aneh. Semua menjadi trend dan mematikan harga diri
sebagian sosok minoritas, eh tapi mungkin mayoritas juga. Semua fakta yang
lahir di sebuah dunia maya kenapa selalu jadi trend dan tubuh yang sejak tadi
terbaring ini pun mengiyakan dan tak segan ibu jarinya mengklik ”Retweet”.
Rupanya aktivitas si ibu jari ini yang menjadikan sebuah kata menjadi trend di
masa kini, mulut berbusa belum tentu di dengar oleh banyak orang, tapi olahraga
jempol yang konyol ini jadi pembicaraan banyak orang, jadi sebuah kebudayaan
baru yang dibentuk. Kalau pada masa manusia purba mereka merubah kebudayaannya
dari berburu makanan, lalu beralih kebercocok tanam, dan kemudian mereka masuk
masa perundagian, tapi tidak masa yang dibilang millennium baru ini.
Retorika lisan pupus dengan beragam
argumen yang muncul dari ibu jari, kalau aristoteles pernah mengajarkan
retorika yang mengandalkan etos, patos dan logos, yang pada masa itu memang
menjadi sebuah kebenaran bahwa apa yang dikatakan manusia menjadi sebuah hal
yang diperdebatkan. Pada masa kini yang orang bilang millennium baru, retorika
itu hanya sebatas kumpulan pertemuan karya ibu jari dengan ibu jari lainnya,
dan beradu dalam obrolan hangat sang ibu jari. Bahkan tidak jarang jadi
benturan yang melibatkan masa besar, dan berujung pada penjara bagi jasadnya.
Sampah-sampah di akunya sudah
beribu-ribu jumlahnya, kalau di tulis dalam surat kabar, pasti sudah jadi
puluhan eksemplar yang tertulis. Belum lagi akun lain yang penuh dengan sampah
itu, memang zaman ini zaman visual dan virtual.
Ibu jarinya menekan tuts tuts di
gadgetnya dan beberapa rangkai huruf yang akhirnya menjadi rangkaian kata di
twitter itu.
“@misterGembel: Teringat perkataan
bahwa koruptor dihukum mati bukan solusi” ibu jarinya kembali bekerja mengklik
send, dan terposlah tweet itu di publik. Secara umum, kebiasaan membuat kul
tweet, bukan ingin dianggap keren oleh siapapun yang membaca, tapi sekedar
membuang kegelisahan dan membuang waktu yang ada. Sebagian orang bilang
celotehan di twitter itu paling ampuh membuang kegalauan. Selalu muncul kadang
dalam bayangan kepala si tubuh yang terbaring sejak tadi ini potongan-potongan
tentang gambaran kehidupan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, kadang
ingin berbagi dengan orang lain tentang semuanya tapi akhirnya hanya menjadi
perdebatan saja dan terasa percuma bukan curahan hati tapi pertengkaran
ideology yang terjadi. Beberapa kali celotehan ibu jari ini dianggap miring
dengan opini-opini yang irasional, semiring terasering di punden berundak yang
mereka anggap situs itu, mungkin memang tak seharusnya berpikir seperti itu,
terlalu positivis dan menganggap semua orang sama, dan itu sebuah kesalahan
besar.
Beberapa menit kemudian ibu jari itu
melanjutkan “@MisterGembel :islam mengajarkan Qisas adalah yang tepat untuk
hukum mencuri” dan kembali ibu jarinya mengklik send ke publik. Ibu jarinya
seperti sudah terlatih bekerja dengan sendirinya, tanpa sensor mata melihat apa
yang akan di kliknya pun, ibu jari sudah tahu apa yang harus dilakukannya,
bahkan lebih cerdasnya lagi, dia bisa tahu di mana letak abjad yang akan
ditekannya itu tanpa melihat dengan mata kepalanya itu. Abjad yang tersebar tak
berurutan, di era millennium baru seperti sekarang ini, yang cerdas memang di
jempolnya.
Kalau teringat apa yang dikatakan oleh
Enzo dalam sebuah novel filsuf, itu bukan sebuah kecerdasan jika akhirnya kita
paham tapi sebuah kebiasaan yang akhirnya menjadi biasa. Sama saja dengan
seekor anjing yang dilempar benda oleh tuannya dan anjing itu dengan cekatan
menangkapnya, dan itu bukan karena anjing itu berpikir atau cerdas namun karena
sebuah kebiasaan. Maap yah gw pinjem kata Enzo, anjing filsuf.
“tengtong”
Gadget itu berbunyi tak berapa lama, “@simpul_wanita
: wih anak kampus aktif”
“@MisterGembel :aktif BBM dan Sosmed
mah”
Media sosial ini sudah seperti candu
yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia saat ini, bahkan saat sakitpun
yang pertama dilihat adalah media sosial. Bahkan saat kamu mau lari dikejar
anjingpun yang pertama dijamah adalah media sosial untuk bercerita. Bukan
sebongkah batu atau galah yang bisa menyelamatkan diri dari gigitan anjing,
pantas semakin hari semakin banyak manusia yang meninggal dalam berbagai peristiwa
aneh. Tapi belum sih sampai ada yang mati dalam pertarungan ibu jari, mungkin
bisa kalau yang ditekan oleh ibu jari itu sudah bukan tuts tuts laptop atau
gadget lagi tapi jarum di boneka santet.
Tubuh yang sejak tadi terbaring itu
mengarahkan matanya yang binar dan membaca tweetan yang muncul di beranda
tweeter itu dan tertawa sejenak saat membaca hal-hal yang menarik (Tertawa kecil
di hati kalau mereka bilang). Kalau keluar suara nanti disangka gila atau
hilang sebagian kewarasan. Hanya tersenyum kecil, bibir bergetar dan mata
membuka terfokus pada satu rangkai kalimat di halaman tweeter. Semua simpul
syaraf mata focus, lebih focus dari sekedar membaca mahzab Blummer atau Mead.
“@Miss_ pur: Katanya , sekarang dari
background militer atau non militer sudah tidak berpengaruh” sebuah kalimat
muncul di akun ibu jari itu dan spontan ibu jari itu kembali bekerja dengan
otomatis mebalas rangkaian kata itu.
“@MisterGembel :tidak ngaruh buat jadi
pelawak mah” sedikit senyum menjadi bagian dari tersirat dikalimat
itu..kalimat? eh tapi ini karya ibu jari, setahu ku kalimat itu karya jemari
yang bersama-sama merangkai kata bukan karya sepihak atau karya lisan yang
berucap kata.
“@simpul _wanita: Sosmed nya bahas
yang korupsi, emang bakal di denger?” tidak berapa lama tweet lain menyambar
yang sejak tadi dibalasnya,
Entar
dulu, gw bayangin, yang nyamber-nyamber tweet itu biasanya sama aktivitasnya,
palingan juga baringan dikasur atau dudukan di sofa, dan lagi olahraga ibu jari
pula. Tapi kalau jam segini, ku kira kasur adalah tempat yang tepat.
“@MisterGembel :ga dengerlah kan di
baca bukan di denger” ibu jari itu membalas tweetnya dengan disematkan makna kata
bercanda yang tersirat dalam ketikan itu. Tak berniat membahas apapun dimalam
ini, hanya sekedar mengisi waktu sebelum tidur, dibanding harus menghitung
gambar kuda yang ribuan itu, atau bisa juga dengan membaca huruf-huruf yang
sebenarnya kita tak mampu pahami dan akhirnya menyerah lalu tertidur. Bisa juga
dengan memindahkan alam duka dan pahit ke dalam imajinasi agar menjadi bosan
lalu tertidur. Hingga akhirnya muncul bunga kantong semar di alam mimpinya, kan
lebih ga menarik, atau sejenak saraf-sarafnya malah berhenti dan di bilang di
dudukin jin. Padahal jangan sembarang fitnah, belum tentu jin mau dudukin juga.
“@miss_pur: pokoknya gw nggak mau
pilih presiden yang pidato masih baca text. Gitu (‘_’) “ kembali dibaca tweet
selanjutnya dari ibu jari lainnya, entah apa yang tengah di ceritakan melalui
kata-katanya itu. Pada kata-katanya serasa ada yang sepaham dengan ibu jari
tubuh yang terbaring ini.
“@MisterGembel :kalo baca hati boleh?
:D “ ibu jarinya membalas tweet diatas, iseng rasanya ingin berkomentar pada
tweetnya, yang sejak tadi membahas serius, zaman millennium baru seperti
sekarang, ibu jari juga bisa menggombal dan aneh lagi, pada zaman lain ke depan mungkin bisa
bertansformasi hati.
Ibu
jarinya masih tak mau diam, hingga sebagian orang menamai tubuhnya itu dengan
jemarinya lebih berisik dari mulutnya, tubuh yang terbaring tapi tak kaku itu
memang pendiam saat bercakap, tak terlalu sering berbicara, bahkan dalam
pergaulan pun dia hanya diam saat teman yang ramai berbincang. Hanya tertawa
kecil saat ada yang lucu, tapi dunia seperti berbalik 180 derajat saat dia
berganti alam di dunia maya.
Ibu jari itu kembali mengetik beberapa
kata “@MisterGembel :Apapun partainya kita tetep satu teh botol sosro..”
melempar kata ke public tapi tak berharap ditanggapi siapapun, seperti biasa
ini hanya buangan sampah setiap malam. Ibu jari bisa bersampah ria pula, besok
kumpulan petugas pemungut sampah akan ramai memebrantas ibu-ibu jari peyampah.
“@miss_pur: heh @MisterGembel gue lagi
serius ngurus Negara..” tweet diatas menegaskan bahwa dia menegur celotehan ku
yang sejak tadi mengomentari setiap tweet yang di buangnya.
“@MisterGembel :lah sejak kapan lu
mengurus Negara? “ mengurusi diri saja kadang masih kepayahan, tapi si ibu jari
ini masih saja sok nasionalis, sok idealis padahal mah pragmatis pikirnya, mau
bercanda dengan ideology dan terkatung-katung dalam banyak sifat manusia yang
kotor.
“@MisterGembel :kita ini kaum pecinta
Kulit….” Ibu jari itu masih mengetik dan tak mau diam tetap rasanya jemari ini
seakan mendukung mata yang kompak tak mau terpejam. Pasti mata dikiri dan
dikanan sedang bertarung melawan angin malam, atau mungkin letih tubuhnya yang
terbaring, syarafnya belum mengizinkan kapten, ini perintah sepihak dan komando
sifatnya dari syarat otak jadi belum bisa di pejamkan,
“@MisterGembel :kita ini kaum pecinta
Citra bahkan politik mercusuar pun symbol bahwa kita memang mengiyakan..”
tubuhnya bekerja sama dengan otaknya teringat akan politik mercusuar yang
pernah dijalankan pada masa pemerintahan presiden Soekarno, dan malam ini kerja
si ibu jari menjadikan bagian ini sebagai referensi jemari,..kadang banyak
bacaan yang menjadi inspirasi dari tweet ibu jari itu, tapi tak jarang juga
hanya imajinasi sampah yang di tuliskan, sekedar membuang kata malam terlalu
jujur saja..
“@miss_pur: sejak tahu ada yang mata
sipit di Dunia Politik” tweet diatas yang sejak tadi di tunggu balasannya,
ternyata akhirnya muncul juga, seperti biasa diakhir kata selalu ada titik yang
banyak, menandakan ketidak seriusannya untuk berkata, yah memang bercanda
..jika kita bilang semua hal itu adalah bagian leluconnya yang paling menarik..
huss, tapi si ibu jari ga bisa ketawa, yang ketawa tetap dua bibirnya yang
saling menyungging, dan matanya kerlap kerlip memadukan harmoni ceria.
Dunia
nyata terlalu pelik dengan keseriusan, terlebih tubuhnya yang terbaring ini
yang tak bisa bercanda seperti mereka yang lain, semuanya terlalu dianggap
serius sekalipun berniat bercanda, namun sekitar menanggapinya berbeda..
“@MisterGembel :Heh?.. Sipit(ung) ?”
ibu jarinya membalas kata-kata nya, gurau semakin jadi dan menanggapi dengan
tertawa kecil dihati, sudut bagian lain dari tubuh yang terbaring itu, sedikit
terhibur ..kata orang, bahwa yang muncul itu duluan rohani baru tubuh, dan
mungkin berlaku juga, bahwa yang muncul itu nuraninya dulu baru ada gumpalan
hati berwarna marun.
“@MisterGembel :dulu sih kita
sama-sama botak, tapi sekarang sudah beda kamu gondrong dan yang lain…” semakin
ngelantur ibu jari mengetik dan semakin tak akan dipahami orang, kalau orang
bilang media sosial itu rumah kita jadi terserah kita akan mengisinya dengan
apa dan seperti apa. Hak kita untuk mewarnainya asal jangan merugikan tetangga
di akun sebelah saja sudah cukup batasannya. Hus, 40 akun ke depan, 40 akun ke
belakang, 40 akun ke kiri, 40 akun ke kanan adalah tetangga yang patut dijaga
kebebasannya dan kenyamanannya, jangan sampai saling sindri tweetwar, kan ga
lucu, ini bukan problem DPR yang saling serang.
Tapi tak jarang mata melihat ada
orang-orang yang saling memaki dengan akun di media sosial, apa mereka berpikir
bahwa makian mereka itu tontonan yang berharap dukungan pembenaran dari setiap
makiannya, dan kita jadi menganggap itu adalah topeng monyet yang wajib di
sawer…atau mungkin ada sebagian lainnya yang berharap makiannya dijadikan
petisi dan ditandatangani oleh ibu jari lainnya, dan mereka berkoalisi
membentuk pledoi dan pembenaran.
“@miss_pur: apa loe? Apa loe? :p,
Pitung udah di Syurga “ kedua bibir tubuh itu hanya tersenyum membacanya,
matanya terpejam sejenak dan memutar otak yang sedang bekerja sama dengan baik,
maklum jildi satu berjalan dengan baik, di ketikkan beberapa kata “ di sebelah
mana syurganya? Kaya udah pernah ke syurga ajah? :D” wraitting list tapi tak
jadi di kirim di tweet balasan, dan ibu jari mengulang kerjanya dengan
menghapus kembali.
“@MisterGembel :ga papalah matanya
sipit asal ga hatinya yang sipit” di balas dan sedikit menggodanya dengan canda
yang berharap dimengerti candaannya, karena banyak para ibu jari bilang
perkataannya itu harus diterjemahkan, yah sebuah sindiran bahwa kerja ibu jari
ini kadang tidak nyambung kalo bercanda. Lawas sih pergaulannya, kurang piknik
kalau di bilang begitu, jadi kuper.
Setia
matanya masih menunggu, balasannya namun tak dibalas juga, malah muncul tweet
baru darinya “@miss_pur: Kopinya sudah Habis, kamerad “ala mata-mata korsel di
korut” sedikit bias di mata dia berkata apa, tak paham tapi ibu jarinya
komentar juga, sok paham padahal buram, otaknya masih belum tersambung di arean
ini, belum jadi jilid 2.
“@MisterGembel
:heh sudah Dini hari si Dini saatnya tidur :D “ ibu jarinya kembali mengetik
beberapa kata balasan yang tak jelas sebenarnya apa ..
“@miss_pur: dan penting lainnya
giginya nggak kaya pak Semar” tweet balasan sepertinya untuk yang sebelumnya,
mungkin baru terbaca, mulai lemot otaknya berpikir dan bekerja sama dengan
jemarinya, matanya dan nuraninya,
“@MisterGembel :Semar itu orang
pilihan :D orang terhebat, dan terendah emosinya, tapi terbijak budinya, kamu
gimana? “ ibu jarinya membalas ocehannya,
“@miss_pur: woy harinya mana? Gue
butuh peluk , kalo gada Hari mana bisa molor :p “ celotehan ini muncul semakin
membuat sampah beranda tweeter tak nyambung jika di baca orang, sudah semakin
malam malah semakin aneh bahasannya..kasihan kan besok pagi para petugas
kebersihan harus menyapu sampah-sampah di beranda twitter ini, gara-gara
si ibu jari yang doyan ngerumpi.
“@MisterGembel :harinya masih
terbaring” di balas simple, ibu jarinya kehabisan kata, yang terpikir adalah
hari orang tertidur sejak tadi disebelah tubuh lain yang pernah muncul dibenak
tubuh terbaring ini, dan orang tidur saja dijadikan objek lelucon ahh sedikit
berdosa mentertawakan orang yang tengah lelap
Ibu
jari mulai kembali ngelantur, masih belum terpejam mata, komando belum diambil
alih, padahal sudah menunjukkan pukul 24.30. Sudah sejam setengah si ibu jari
berceloteh.
“@MisterGembel :kalau sudah denger
istilah media yang terbesit adalah citra, cultivasi dan lelucon” ibu jari
seperti menulis apa yang terdikte dari pikirannya, dan dirasa malam ini jemari
masih lebih intim dengan otak dan sebanding dengan kedua bola matanya, yang
saling rapat dan bilang “hayoo semangat-semangat,” sambil pompomnya di ayunkan.
“@miss_pur: angkatan apa? Angkatan
udara? Siapa yang deklarasinya?..... #backtomiliter# “ dia membalas celoteh ibu
jarinya yang ngawur,..
“@MisterGembel :letjen Semar” balas
ibu jarinya singkat, Mata telah sedikit ingin terpejam tapi genit hanya
sebelah, dan sebelah lainnya mengedipkan pada mata lainnya untuk tak terpejam.
“@miss_pur: sip..! gue apa? “
“@MisterGembel :kamu Briptu Sinta” aku
menambahkan
“@miss_pur: ihh elu Curang ! Mbung ah
mending rakyat jelata” dia menambahkan sebatas rakyat jelata menjadi terlihat
lebih wah sepertinya dimata lelucon ini..gila padahal lebih elegan sinta.
Sepertinya
mata memang sudah tak sanggup berkata dan ingin terpejam sejenak, ahh tak dapat
dipaksakan jika memang seperti ini, komando sudah diambil alih oleh syaraf,
kini diistirahatkan…
Obrolan
si ibu jari
Komentar
Posting Komentar