Langsung ke konten utama

Mengelola Kebosanan


Bosan, barangkali itu adalah hal tersering yang kita rasakan sebagai seorang manusia. Tidak ada manusia yang tak pernah lepas dari kata ini. Entah sebagai apapun profesi yang diajalani baik petani, tukang ojeg, pengusaha, pelajar, mahasiswa bahkan presiden pun pasti pernah merasa bosan. Bosan adalah sejenis rasa yang timbul dari hasil kegiatan yang dilakukan secara berulang dan terus menerus. Anak sekarang bilang “Bored”, bete dan lainnya. Tapi maknanya tetap sama. 
 
Banyak orang yang tidak bisa bertahan dengan perasaan bosan ini. Salah salah akhirnya mengakhiri hidupnya dengan kematian, mati ditikam kebosanannya. Tak jarang pula yang kemudian menjadi pendiam, emosional atau jadi mudah terbawa perasaan akibat tertekan dengan perasaan bosan ini. Oleh karena itu, maka sebisa mungkin bosan dihindari.

Banyak hal yang menjadi alasan timbulnya perasaan bosan ini. Adikku yang masih duduk di bangku SMA mengatakan bosan karena setiap hari harus berangkat ke sekolah. Terus belajar yang itu itu saja, tapi dia tidak bisa mengerjakannya. Terus keponakan ku yang masih duduk di Paud pun pernah bilang kalau dia bosan mendapatkan hadiah boneka yang sama. Memang demikian lah, bosan adalah perasaan yang timbul karena berbagai alasan. Tak kenal usia, dan jabatan apalagi keimanan.

Tidak boleh disalahkan atau dibenarkan juga terkait alasan itu, karena setiap orang punya alasan tersendiri untuk merasa bosan. Entah karena apapun itu, yang jelas bosan adalah perasaan yang siap membunuh mu kapan saja. Ku kira binatang pun punya rasa bosan itu. Hanya saja dia tidak dimengerti bahasa lisannya untuk bilang bahwa yang di rasakannya adalah satu kebosanan. Paling kita hanya bisa menerka lewat perilakunya saja. Beda dengan kita sebagai manusia, bisa bertingkah aneh atau bisa pula bercerita lewat curhatan terkait rasa bosan itu.

Hari ini pun, saya baru meluapkan perasaan bosan itu. Bosan karena pekerjaan yang rasanya berulang, padahal kerjaan saya ini mobile. Tapi tetap saja tak bisa bebas dari kata bosan itu. Entah karena apa, namun yang jelas bosan ini menyelimuti. Sampai akhirnya kawan ku mengingatkan bahwa bosan seperti apapun dan siapapun akan bisa merasakannya. Namun semua itu tergantung bagaimana kita mengelola kebosanan. Jika menyerah maka berakhirlah, kegiatan yang kita bosan kan itu bisa saja kita hentikan. Akan tetapi kadang kita memutuskan sesuatu disaat bosan tak pernah baik. Keputusan yang diambil manakala emosi sedang tak stabil pastilah terlalu berisiko.

Barangkali untuk mengelola kebosanan, kita cukup menggunakan akal pikiran kita. Kita boleh ada di tempat dan kegiatan yang sama, tapi coba ingat kembali masa lalu yang mengasyikan, atau kenangan indah tentang kegiatan yang sedang kita bosankan itu. Mungkin itu bisa membantu, karena ingatan masa lalu bisa memberikan pertimbangan untuk berpikir lebih baik. Pikirkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POLITIK DAN KETIDAK DEWASAANNYA

D"opini" “Semakin dewasa perpolitikan itu semakin terlihat kacau, antara yang memaknai dan yang berperan dalam mendefinisikan kacau, elit hilir mudik mencari cara untuk membentuk kemenangan dengan jalan prestisius dalam anggapannya” Apa yang kita paham tentang politik? Apa yang kita paham tentang kedewasaan? Adakah kaitan dari kedua kata ini? Politik dan kedewasaan adalah sebuah proses saling bertoleransi dan saling bersikap untuk sebuah upaya yang lebih baik melalui sistem kesadaran. Jika kita berbicara politik dan kedewasaannya, maka kita akan membicarakan sebuah sistem yang telah tertata rapi dan telah terbentuk dengan sangat detail sehingga orang diluar atau actor politik akan dapat memahami alur yang berkembang. Sistem yang dimaksud adalah sebuah sistem yang berlandaskan kesadaran. Sistem yang berlandaskan kesadaran adalah tingkatan sistem yang telah mencapai titik sempurna dan telah berada dalam tingkatan teratas dari berbagai sistem yang ada, sebu...

Tentang "Jadi" Jurnalis

Menjadi seorang jurnalis adalah sesuatu yang berbeda. Walau tak sekeren profesi lain semisal dokter, PNS, pegawai BUMN atau lainnya yang berseragam. Tidak hanya kalah keren, tapi profesi ini pun belakangan lebih sering bergelut dengan stigma. Banyak kalangan yang menilai profesi ini tidak lebih dari sekedar mencari kesalahan orang. Lalu menukarnya dengan rupiah. Ah kejam sekali mereka yang berpandangan demikian. Tapi ku kira bukan hal yang salah juga pandangan itu muncul. Bagaimana tidak sitgma itu muncul, jika kemudian “kartu pers” bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan mudah digunakan sebagai kartu sakti. Mending kalau kartu itu digunakan oleh orang yang tepat, orang yang paham akan fungsi dan etikanya. Jika digunakan oleh segelintir oknum, rasanya itu yang membuat stigma ini muncul. Seharusnya ada pembatasan dan aturan, yang bisa menjaga ini. Agar tak sembarang orang bisa mengidentikan dengan profesi jurnalis dan sedikit-sedikit atas nama “Pers”. Bayangkan, ketika kartu sakti...

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

  Credit foto : Detik.com Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung. Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu. Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial.  Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netize...