Langsung ke konten utama

Mencari dan Menemukan



Barangkali banyak dari kita yang sedang sibuk mencari dan menemukan. Entah itu mencari jati diri, mencari jabatan, mencari prestasi atau mungkin sedang sibuk mencari jarum pentul ditumpukan jerami. Atau mungkin ada yang sedang sibuk untuk menemukan, entah menemukan kekasih hati, menemukan tambatan yang tepat. Semuanya dalam satu proses yang sama. Mencari dan menemukan adalah dua perbuatan yang perlu dibarengi niat dan upaya. Tidak bisa hanya mengandalkan mantra “bim salabim” dan lantas terjadilah.
 
Mencari dan menemukan adalah dua hal yang saling beriringan. Seperti dalam permainan petak umpet (permainan tradisional zaman dahulu), ada yang bertugas berjaga dan ada yang sembunyi. Jika sembunyi itu atas kehendaknya, maka dengan sangat mudah ia bisa saja menyerah dan memberikan petunjuk pada sang jaga untuk bisa menemukannya. Tapi sialnya yang niat sembunyi itu malah disembunyikan. Sehingga dia yang sembunyi itu menjadi tak sadar jika dirinya sedang sembunyi. Sedangkan orang yang berjaga sudah mati-matian mencarinya. Sehingga ketika orang yang sibuk mencari sudah letih pun, sosok yang harus ditemukan tak juga berpetunjuk. Dirinya hilang ditelan ketidak pahaman. Tidak akan bertemu, kecuali berserah pada pepatah “Asam di gunung, garam di lautan, bertemu juga dalam belanga,” itu lah jodoh.

Kita yang sedang sibuk mencari, tak pelak putus asa dengan prosesnya. Yakinlah, tak mungkin pencarian itu tak bertepi. Yakinlah, bahwa apa yang kita cari adalah hal yang realistis dan ada bentuknya. Bukan fatamorgana, atau pula khayalan semata. Cari dan temukanlah, karena sesuatu yang diperoleh dari satu proses pencarian akan lebih bernilai. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POLITIK DAN KETIDAK DEWASAANNYA

D"opini" “Semakin dewasa perpolitikan itu semakin terlihat kacau, antara yang memaknai dan yang berperan dalam mendefinisikan kacau, elit hilir mudik mencari cara untuk membentuk kemenangan dengan jalan prestisius dalam anggapannya” Apa yang kita paham tentang politik? Apa yang kita paham tentang kedewasaan? Adakah kaitan dari kedua kata ini? Politik dan kedewasaan adalah sebuah proses saling bertoleransi dan saling bersikap untuk sebuah upaya yang lebih baik melalui sistem kesadaran. Jika kita berbicara politik dan kedewasaannya, maka kita akan membicarakan sebuah sistem yang telah tertata rapi dan telah terbentuk dengan sangat detail sehingga orang diluar atau actor politik akan dapat memahami alur yang berkembang. Sistem yang dimaksud adalah sebuah sistem yang berlandaskan kesadaran. Sistem yang berlandaskan kesadaran adalah tingkatan sistem yang telah mencapai titik sempurna dan telah berada dalam tingkatan teratas dari berbagai sistem yang ada, sebu...

Tentang "Jadi" Jurnalis

Menjadi seorang jurnalis adalah sesuatu yang berbeda. Walau tak sekeren profesi lain semisal dokter, PNS, pegawai BUMN atau lainnya yang berseragam. Tidak hanya kalah keren, tapi profesi ini pun belakangan lebih sering bergelut dengan stigma. Banyak kalangan yang menilai profesi ini tidak lebih dari sekedar mencari kesalahan orang. Lalu menukarnya dengan rupiah. Ah kejam sekali mereka yang berpandangan demikian. Tapi ku kira bukan hal yang salah juga pandangan itu muncul. Bagaimana tidak sitgma itu muncul, jika kemudian “kartu pers” bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan mudah digunakan sebagai kartu sakti. Mending kalau kartu itu digunakan oleh orang yang tepat, orang yang paham akan fungsi dan etikanya. Jika digunakan oleh segelintir oknum, rasanya itu yang membuat stigma ini muncul. Seharusnya ada pembatasan dan aturan, yang bisa menjaga ini. Agar tak sembarang orang bisa mengidentikan dengan profesi jurnalis dan sedikit-sedikit atas nama “Pers”. Bayangkan, ketika kartu sakti...

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

  Credit foto : Detik.com Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung. Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu. Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial.  Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netize...