
Beberapa
orang kerap senang ketika masuk menjadi figuran dalam sebuah judul film. Tak
penting tajuknya apa, namun jadi figuran sudah lah membahagiakan untuknya. Bisa
dilihat oleh banyak orang dan jadi andil dalam satu kesuksesan. Barangkali itu
yang terlintas dalam sosok yang disebut figuran.
Figuran
biasanya sosok yang sebenarnya tak penting-penting amat, tapi tanpa dia film
itu kehilangan satu adegan. Sudah barang tentu, jika kehilangan satu adegan
atau pun scene, alur film itu menjadi sedikit berkurang maknanya.
Dalam
dunia nyata, figuran pun kerap dibutuhkan. Sebagai sosok yang bisa diandalkan,
tapi dia tak pernah benar-benar dipentingkan. Bisa saja hanya menjadi penghapus
lara untuk dia yang sedang patah hati atau berduka. Lantas setelah hatinya
kembali bersemi, sang figuran itu sudah tak ada gunanya. Tak ada istilah
dibuang sayang, yang ada hati ku senang kamu silahkan pulang. Pulang kembali
menemukan hari-hari mu yang lalu.
Tapi
kadang paradoks, walau peran figuran itu tak besar manfaat untuk kitanya. Tapi
kita tetap bangga pernah menjalani peran itu. Makanya kadang kita biasa
terjebak dalam zona nyaman untuk peran figuran. Figura tak mungkinlah bisa
bersaing dengan actor utama, atau pula bermimpi untuk mendapatkan peran utama.
Jika
pun kesampaian, barangkali figuran itu sedang bermimpi dengan dunianya. Alamnya
sudah tak lagi di dunia nyata, tapi terjebak dalam dunia halusinasi. Jadi masih
bangga dengan jadi figuran? (Asal kamu senang kenapa tidak)
(***)
Komentar
Posting Komentar