Langsung ke konten utama

CERMIN DIBALIK DIALEKTIKA SOSIAL (EMPIRIS)

mungkin ini hanya sepenggal kisah yang tidak pernah perlu untuk dibagi, atau bukan kisah penting seorang pejabat, aku hanya seorang mahasiswa ilmu komunikasi disebuah kampus perjuangan, kata mereka menyebutnya... aku jga bbukan aktivis yang bergerak untuk turun kejalan, aku juga bukan orang hebat, ...


Pagi itu,...
"haduuh, " aku terbangun, segera kulihat jam di Handphone ku, "astagfirullah jam sepuluh..mampus telat gw," segera beranjak aku dari tempat tdurku, kuamabil handukku dijemuran belakang, dan masuk kamar mandi dengan segera..byar byurrr, aku mandi dengan cepatnya< segera berpakaian dan berangkat, tiba didepan rumah seorang RT di kompleks perumahanku, disana ada seekor anjing, "huuuusss, huusss, pergi sanaa" aku mencoba mengusirnya, haduuh trauma anjing belum hilang juga, tiba-tiba anjing itu menggonggong dengan kencang, haduuhh aku berlariii, "ga sopan ini anjingg.".dalam hatiku, segera berlari dan dengan nafas terengah kuambil handphone ku, ku tekan keypad di handphone itu dan ku kirim pesan ke temanku ahh maksudnya SMS,"dah masuk belum"seperti itu bunyi pesan ku.., tak berapa lama, handphone ku berbunyi, ternyata balasan dari temanku itu, "udah, buruann" haduhh, tumben dosennya tepat waktu, takut telat, yang padahal emang sudah telat, hheee ketawa dalam hatiku, segera aku naik ke gedung kuliahku, aduuh memang siang ini panas padahal baru jam 10 pagi, tapi panas kota ini seperti diujung dunia,jangan-jangan neraka bocor inih tepat dikampusku, segera aku meniti tangga di kampusku, dan sampai aku didepan pintu kelasku, ku ketuk pintu itu " Assalamualaikum" dan segera aku masuk, sambil kulihat, owhh masih banyak bvangku kosong disana, aku duduk dibarisan kedua, dan teman-temanku ada dibarisan belakang semua, hmm..kenapa coba, kalau kuliah selalu mereka ingin dibelakang, bedanya apa coba?..tanyaku dalam hati..ya sudahlah, memang sudah budaya..

dosenku tengah menjelaskan tentang sebuah makna fenomenologi, yang menurut beliau bahwa dalam fenomenologi itu kebenaran tidak hanya yang berdasarkan fakta atau terlihat, namun selalu ada kebenaran lain, dan salah satunya adalah transendental, yang beliau katakan bahwa itu adalah sebuah fenomenologi yang memiliki banyak interpretasi bagi komunikannya. ahh tiba-tiba rasa penasaran ku hadir, aku sebatas ingin tahu tentang hal itu, tidak tahu mengapa aku tidak berani untk bertanya, pdahal berkali-kali dosenku menanyakan apakah ada yang ingin bertanya, namun tak ada keberanian dalam diriku sedikitpun, hmmm...setelah beberapa saat dan perkuliahan hampir selesai aku memberanikan diriku untuk bertanya "maaf pak, kalau saya boleh bertanya, jika dalam sebuah konsep komunikasi itu terdapat sebuah makna komunikasi transendental apakah ini adalah sebuah bentuk komunikasi yang efektif?" dengan penasaran aku bertanya, kemudian dosenku menjawab "sebenarnya bahwa transendental itu bukan sebuah bentuk komunikasi namun sebuah fenomenologi, dan hal itu sama halnya dengan artifaktual yang sering digunakan , sehingga disini tidak bicara efektif atau tidak". panjang lebar dosenku menjelaskan namun aku masih belum sepemahaman dan kuberikan argumenku pada dosenku tersebut " tapi pak dalam pengantar ilmu komunikasi bahwa dikatkan katanya kalau transendental itu adalah sebuah  bentuk komunikasi intrapersonal maka, itu adalahg sebuah bentuk komunikasi" tanyaku kembali, dan dengan cepat dosen ku menjawab panjang lebar, yang sebenarnya akupun tidak faham dengan banyak jawaban itu, ahh mungkin aku terlalu egois dalam berpendapat. akhirnya selesai pula perkuliahanku disiang itu, akupun keluar dan mataku tiba-tiba terperanjat dengan selebaran yang ditempel didepan pintu gerbang kampusku, "kampus negeri tapi kok mahal" kira-kira seperti itu bunyinya..hmm aku bergumam, penulis ini apakah hanya tahu sebatas katak dalam tempurung pikirku, bagaimana tidak untuk masuk kekampus ini kita hanya cukup dengan memabyar tidak lebih dari 3 juta rupiah, padahal di kampus negeri lain nominal itu jelas tidak ada artinya, hmm...pertimbangannya sedikit meleset pikirku, aku terlalu so tahu sampai aku berpendapat dalam gumamku, memang sosial itu terlalu imajiner untuk kupertanyakan. kadang emmbosankan terus mengkaji berbagai fenomenba sosial, yang kebanyakan orang saja tidak pernah peduli, aku terlalu banyak berpikir konyol sepertinya, gumamku terus hingga tak sadar aku menabrak sebuah tiang gedung , "haduuhh..." ucapku kaget..dalam hati.."makannya mas kalau jalan liat kana kiri" celetuk gadis disebelahku.."hhee iyah mbaa" dengan sedikit malu, dan aku segera meninggalkan tempat itu, ahh sial hari ini emmang....


bersambung.............

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POLITIK DAN KETIDAK DEWASAANNYA

D"opini" “Semakin dewasa perpolitikan itu semakin terlihat kacau, antara yang memaknai dan yang berperan dalam mendefinisikan kacau, elit hilir mudik mencari cara untuk membentuk kemenangan dengan jalan prestisius dalam anggapannya” Apa yang kita paham tentang politik? Apa yang kita paham tentang kedewasaan? Adakah kaitan dari kedua kata ini? Politik dan kedewasaan adalah sebuah proses saling bertoleransi dan saling bersikap untuk sebuah upaya yang lebih baik melalui sistem kesadaran. Jika kita berbicara politik dan kedewasaannya, maka kita akan membicarakan sebuah sistem yang telah tertata rapi dan telah terbentuk dengan sangat detail sehingga orang diluar atau actor politik akan dapat memahami alur yang berkembang. Sistem yang dimaksud adalah sebuah sistem yang berlandaskan kesadaran. Sistem yang berlandaskan kesadaran adalah tingkatan sistem yang telah mencapai titik sempurna dan telah berada dalam tingkatan teratas dari berbagai sistem yang ada, sebu...

Tentang "Jadi" Jurnalis

Menjadi seorang jurnalis adalah sesuatu yang berbeda. Walau tak sekeren profesi lain semisal dokter, PNS, pegawai BUMN atau lainnya yang berseragam. Tidak hanya kalah keren, tapi profesi ini pun belakangan lebih sering bergelut dengan stigma. Banyak kalangan yang menilai profesi ini tidak lebih dari sekedar mencari kesalahan orang. Lalu menukarnya dengan rupiah. Ah kejam sekali mereka yang berpandangan demikian. Tapi ku kira bukan hal yang salah juga pandangan itu muncul. Bagaimana tidak sitgma itu muncul, jika kemudian “kartu pers” bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan mudah digunakan sebagai kartu sakti. Mending kalau kartu itu digunakan oleh orang yang tepat, orang yang paham akan fungsi dan etikanya. Jika digunakan oleh segelintir oknum, rasanya itu yang membuat stigma ini muncul. Seharusnya ada pembatasan dan aturan, yang bisa menjaga ini. Agar tak sembarang orang bisa mengidentikan dengan profesi jurnalis dan sedikit-sedikit atas nama “Pers”. Bayangkan, ketika kartu sakti...

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

  Credit foto : Detik.com Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung. Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu. Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial.  Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netize...