Langsung ke konten utama

“Bing”

Sebuah judul lagu yang belakangan ini kembali naik ke permukaan. Berkat salah satu film Indonesia terbaru yang bergenre drama comedi romantis. Film yang katanya hasil adaptasi dari drama korea "Miss granny" itu berhasil membuat lagu lawas ini akhirnya dikenal kembali oleh generasi muda. Lagu ini dinyanyikan ulang oleh pemeran utama film tersebut. Dari obrolan beberapa teman, saya kira pemeran utama itu berhasil membawakan lagunya. Mungkin sebelumnya kita bertanya-tanya, ini judul lagunya apa? Penyanyinya siapa? menyayat sekali.
Lagu yang syarat dengan makna ini benar-benar menyayat hati pendengarnya. Terlebih lagu ini dinyanyikan dengan nada dan rasa yang tepat. Berhasilah ia mengoyak kedalaman jiwa. Liriknya yang benar jauh berbeda dengan lagu zaman sekarang. Kaya akan makna dan lebih mengutamakan rasa dalam setiap baitnya.
Siapa sangka, lagu yang telah lama tenggelam ini ternyata punya cerita yang begitu dalam. Lagu ini diciptakan oleh salah seorang diva tanah air, yakni Titiek Puspa. Dilansir dari Kompas.com (10/03/2008), makna lagu “Bing” yang dalam itu rupanya diciptakan dari inspirasi kepergian seorang seniman Bing Slamet yang kembali ke haribaan pada tahun 1975. Titiek Puspa menuliskan lagu tersebut sambil meneteskan air mata. Menangis, melodi dan syairnya tertumpu dalam satu lagu itu. Sebab, Bing Slamet adalah sosok yang dikaguminya.
Namun yang jelas, lagu yang cukup lawas ini, kini sudah memenuhi beranda youtube. Tinggal klik judulnya, maka banyak cover dari lagu ini yang mudah ditemukan. Selain itu, lagu ini pun sudah kembali akrab ditelinga generasi zama sekarang. Mungkin karena makna cerita yang digambarkan dalam lagu ini mewakili banyak kalangan. Entah berbagai kasus percintaan yang nyaris mirip, sampai akhirnya begitu mendengar lagu tersebut menjadi seolah ada di dalamnya.
Yah begitulah, lagu lama memang lebih syarat makna dibanding sensasi. Secara khusus saya kagum akan keseluruhan lagu ini. Bukan saya sepengalaman dengan cerita yang ditulis lewat lagu itu. Namun lebih pengaguman semata. 

Ini penggalan liriknya :


Siang itu surya berapi sinarnya
Tiba tiba redup langit kelam
Hari yang bahagia terhempas seketika
Malapetaka seakan menyelinap

Berita menggelegar aku terima
Kekasih berpulang tuk selamanya
Hancur luluh rasa jiwa dan raga
Tak percaya tapi nyata

AKu bersimpuh di sisi jasad membeku
Doa tulus dan air mata
Sgala dosaku mohonkan ampunannya
Seakan terjawab dan kau terima

Kapan lagi kita bercanda
Kapan lagi bermanja
Kapan lagi nyanyi bersama lagi
Kapan oh kapan lagi


(*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POLITIK DAN KETIDAK DEWASAANNYA

D"opini" “Semakin dewasa perpolitikan itu semakin terlihat kacau, antara yang memaknai dan yang berperan dalam mendefinisikan kacau, elit hilir mudik mencari cara untuk membentuk kemenangan dengan jalan prestisius dalam anggapannya” Apa yang kita paham tentang politik? Apa yang kita paham tentang kedewasaan? Adakah kaitan dari kedua kata ini? Politik dan kedewasaan adalah sebuah proses saling bertoleransi dan saling bersikap untuk sebuah upaya yang lebih baik melalui sistem kesadaran. Jika kita berbicara politik dan kedewasaannya, maka kita akan membicarakan sebuah sistem yang telah tertata rapi dan telah terbentuk dengan sangat detail sehingga orang diluar atau actor politik akan dapat memahami alur yang berkembang. Sistem yang dimaksud adalah sebuah sistem yang berlandaskan kesadaran. Sistem yang berlandaskan kesadaran adalah tingkatan sistem yang telah mencapai titik sempurna dan telah berada dalam tingkatan teratas dari berbagai sistem yang ada, sebu...

Tentang "Jadi" Jurnalis

Menjadi seorang jurnalis adalah sesuatu yang berbeda. Walau tak sekeren profesi lain semisal dokter, PNS, pegawai BUMN atau lainnya yang berseragam. Tidak hanya kalah keren, tapi profesi ini pun belakangan lebih sering bergelut dengan stigma. Banyak kalangan yang menilai profesi ini tidak lebih dari sekedar mencari kesalahan orang. Lalu menukarnya dengan rupiah. Ah kejam sekali mereka yang berpandangan demikian. Tapi ku kira bukan hal yang salah juga pandangan itu muncul. Bagaimana tidak sitgma itu muncul, jika kemudian “kartu pers” bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan mudah digunakan sebagai kartu sakti. Mending kalau kartu itu digunakan oleh orang yang tepat, orang yang paham akan fungsi dan etikanya. Jika digunakan oleh segelintir oknum, rasanya itu yang membuat stigma ini muncul. Seharusnya ada pembatasan dan aturan, yang bisa menjaga ini. Agar tak sembarang orang bisa mengidentikan dengan profesi jurnalis dan sedikit-sedikit atas nama “Pers”. Bayangkan, ketika kartu sakti...

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

  Credit foto : Detik.com Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung. Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu. Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial.  Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netize...