Langsung ke konten utama

Wabah Dilan


Dilan adalah tokoh fiksi yang ditulis oleh penulis beken Pidi Baiq. Sosok yang pada awal tahun 2018 ini menghebohkan generasi milenial di terbitkan dalam tiga bundel buku. Masing-masing judulnya “Dilan : Dia adalah Dilanku Tahun 1990”, “Dilan : Dia adalah Dilanku Tahun 1991”, dan yang terakhir “Suara hati Dilan”. Sebenanya sebelum diterbitkan dalam bundelan buku, kisah ini pun sudah sempat diangkat melalui laman blog sang empunya. 
Buku dengan tiga judul tersebut terbagi menjadi dua bagian cerita. Dua buku pertama di ceritakan dengan sudut pandang gadis belia yakni Milea Adnan Hussain, sedangkan buku ketiganya dalam sudut pandang Dilan si panglima tempur dari salah satu geng motor pada masanya. Pasca diangkatnya ke layar lebar, film ini pun langsung laris manis bak kacang goreng. Menjadi pembicaraan berbagai kalangan, sebenarnya sah-sah saja siapa yang mau berbicara. Entah remaja 17 tahun atau kakek nenek 71 tahun pun boleh saja membicarakannya.
Rayuan maut yang kocak nan cerdas menjadi daya tarik sosok Dilan. Walau Bengal dan bandel atau bahasa kritingnya “Bad boy”, sosok Dilan sukses menjadi idaman para gadis saat ini. Bagaimana tidak, karena Dilan si panglima tempur ini sengaja dilahirkan ke dunia hanya sekadar bertugas untuk menghibur Milea. Wanita mana yang tak jatuh hati dengan sikapnya.
Sebenarnya Ayah Pidi baiq harus bertanggung jawab dengan mewabahnya demam Dilan. Sebab pascamunculnya sosok Dilan, banyak gadis belia yang tergila-gila. Bahkan tak jarang mereka mengandaikan pasangannya sebagai Dilan. Gaya merayu dan romantisme yang dibuat sang tokoh telah menjadi standar baru bagi remaja masa kini. Tak cukup lagi romantis hanya dengan ungkapan bucket mawar atau dilengkapi coklat. Standar itu sudah tak berlaku bagi generasi pascamewabahnya Dilan.
Kamu harus berpikir panjang untuk bisa dikatakan romantis. Harus bisa memberikan kejutan-kejutan tak terduga. Kado-kado yang tak biasa, ah merepotkan sebenarnya.  
Ada berapa milyar Dilan yang harus diimitasikan dalam sosok pria di dunia ini. Berapa banyak hubungan anak cucu adam yang harus tergoncang lantaran prianya tak bisa menjadi Dilan seperti idamannya. Nyatanya dilan tak nyata untuk beberapa kalangan, dan hanya jadi imaji yang terus diandaikan.
Lalu yang menjadi pertanyaan, kenapa kau demam Dilan? Sedangkan aku saja tidak. Aku demam Milea barangkali. Aku tak suka Dilan. Jika aku suka Dilan maka aku bisa didemo warga, karena termasuk jajaran kaum Nabi Luth.
Okeh, Aku lebih suka mengulas Milea. Milea Adnan Hussain, gadis belia yang cantik dan manis. Gadis yang termakan rayuan recehnya Dilan yang akhirnya takluk dan menjadi jantung hatinya Dilan. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POLITIK DAN KETIDAK DEWASAANNYA

D"opini" “Semakin dewasa perpolitikan itu semakin terlihat kacau, antara yang memaknai dan yang berperan dalam mendefinisikan kacau, elit hilir mudik mencari cara untuk membentuk kemenangan dengan jalan prestisius dalam anggapannya” Apa yang kita paham tentang politik? Apa yang kita paham tentang kedewasaan? Adakah kaitan dari kedua kata ini? Politik dan kedewasaan adalah sebuah proses saling bertoleransi dan saling bersikap untuk sebuah upaya yang lebih baik melalui sistem kesadaran. Jika kita berbicara politik dan kedewasaannya, maka kita akan membicarakan sebuah sistem yang telah tertata rapi dan telah terbentuk dengan sangat detail sehingga orang diluar atau actor politik akan dapat memahami alur yang berkembang. Sistem yang dimaksud adalah sebuah sistem yang berlandaskan kesadaran. Sistem yang berlandaskan kesadaran adalah tingkatan sistem yang telah mencapai titik sempurna dan telah berada dalam tingkatan teratas dari berbagai sistem yang ada, sebu...

Tentang "Jadi" Jurnalis

Menjadi seorang jurnalis adalah sesuatu yang berbeda. Walau tak sekeren profesi lain semisal dokter, PNS, pegawai BUMN atau lainnya yang berseragam. Tidak hanya kalah keren, tapi profesi ini pun belakangan lebih sering bergelut dengan stigma. Banyak kalangan yang menilai profesi ini tidak lebih dari sekedar mencari kesalahan orang. Lalu menukarnya dengan rupiah. Ah kejam sekali mereka yang berpandangan demikian. Tapi ku kira bukan hal yang salah juga pandangan itu muncul. Bagaimana tidak sitgma itu muncul, jika kemudian “kartu pers” bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan mudah digunakan sebagai kartu sakti. Mending kalau kartu itu digunakan oleh orang yang tepat, orang yang paham akan fungsi dan etikanya. Jika digunakan oleh segelintir oknum, rasanya itu yang membuat stigma ini muncul. Seharusnya ada pembatasan dan aturan, yang bisa menjaga ini. Agar tak sembarang orang bisa mengidentikan dengan profesi jurnalis dan sedikit-sedikit atas nama “Pers”. Bayangkan, ketika kartu sakti...

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

  Credit foto : Detik.com Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung. Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu. Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial.  Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netize...