Langsung ke konten utama

Postingan

Kenapa harus tergila gila dengan gelar?

Status manusia hanya satu, yakni sebagai hamba di hadapan yang maha kuasa. Itu sudah mutlak, lalu apa yang perlu kamu banggakan?  Sebenarnya kita semua tahu jawabannya, tapi mengingkari dengan berbagai alibi. Alibi tersebut lahir dari rasa lapar, lapar akan pujian, lapar akan kekuasan, lapar akan harta. Akhirnya cukup menjadi manusia yang pura pura bodoh, padahal gelarnya setinggi langit.  Sekali lagi, bukan karena tak tahu, tapi karena tak mau mengakui bahwa kita adalah hamba. Tak ada raja, tak ada dewa, semua sama adalah hamba. Maka biadab sekali ketika kita mengaku lebih baik dari orang lain, wajar jika Tuhan kemudian membenci orang yang tamak dan sombong.  Sedikit saja kesombongan dalam diri kita, maka telah menghapus hakekat gelar yang kita miliki. Gelar yang hanya sebatas simbol sosial itu, akan  tergerus maknanya, dan tak ada artinya, manakala kita merasa lebih tinggi, lebih penting bahkan lebih pintar dari orang lain.  Iblis memang cerdik, tak mampu memb...
Postingan terbaru

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

  Credit foto : Detik.com Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung. Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu. Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial.  Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netize...

Idealisme Dirawat Sejak Muda Digadai Saat Tua

Pantas, jika dulu ketika masih menyandang status mahasiswa banyak yang menyebut bahwa harta terakhir yang dimiliki seorang pemuda adalah idealisme. Harganya memang mahal, semakin bertambah usia maka semakin mahal pasar idealisme. Bahkan semakin berumur bisa dibilang semakin tak terbeli. Layaknya harga sebidang tanah yang semakin tahun semakin tinggi. Kalau tak menabung sejak muda sudah pasti diusia tua tak punya apa apa, termasuk idealisme. Idealisme letaknya ada di sanubari, menempel erat di dalam nurani. Lalu kemudian semakin bertambah usia, dia harus bertarung dengan musuh sesungguhnya.  Musuh tersebut lahir dari badan yang sama, namun sedikit turun ke bawah. Dia adalah rasa lapar, lapar akan kekuasaan, lapar akan harta benda, lapar akan pangan.  Akhirnya perlahan harta kita yang paling berharga yakni idealisme tersebut digadaikan juga. Padahal sudah sejak muda dipelihara, tapi sudah besar di gadaikan. Sampai akhirnya kita pun tak bisa lagi menebus nya. Idealisme pun mengua...

Omnibuslaw Cipta Kerja dan Degradasi Kepercayaan Publik

Polemik tentang Omnibuslaw Rancangan Undang-undang Cipta Kerja sudah terjadi sejak awal pembahasannya. Sejumlah pasal yang menjadi isi dari aturan ketenagakerjaan baru tersebut dinilai banyak menyakiti hati para buruh. Gelombang aksi penolakan pun sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh para buruh. Suara suara tersebut terus disampaikan walau pelan. Ada yang bilang dalam RUU tersebut banyak pasal karet. Tapi ada yang bilang juga bahwa point' point yang di permasalahkan itu adalah hoax belaka.  Tapi yang pasti puncaknya, pada Senin 5 Oktober Undang undang Cipta Kerja disahkan melalui sidang paripurna. RUU Cipta Kerja adalah satu dari empat omnibuslaw yang diusulkan pemerintah pada DPR. Tiga lainnya adalah soal perpajakan, ibukota baru dan kefarmasian. Semua usulan tersebut mendarat mulus dan masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2020. Dalam perjalannya omnibuslaw RUU Cipta kerja tersebut mulai dibahas pada Februari 2020 dengan draft berisi 15 bab 17 pasal. Sampai akhirny...

Perkara Memancing pun Bergeser Nilainya

Sejak kecil tepatnya ketika di bangku Taman Kanak Kanak dan hingga duduk di bangku SD aku sudah hobi dengan memancing. Bahkan bisa dibilang memancing tiap akhir pekan bersama bapak adalah yang paling ditunggu setiap waktu. Barangkali memancing sudah seperti liburan bagiku kala itu. Bila pergi memancing, kami lengkapi perbekalan seperti nasi, lauk pauk hingga teh manis atau kopi. Makanan yang dibawa itu akan kami santap dipinggiran sungai. Persis seperti sedang piknik. Hobi memancing ku tak serta merta tumbuh begitu saja. Hobi itu diturunkan oleh bapakku yang juga menggilai aktivitas menangkap ikan dengan kail tersebut. Bahkan masih kuingat betul, saat usiaku sekitar 4 tahunan, saking hobi dan paling takut kalau ditinggal bapak mancing, aku sampai berlari lari mengitari sepeda yang disana sudah terikat satu set alat pancing. Lah, tanpa kuduga, mata kail nyangkut di mataku. Jelas, rencana bapak yang hendak pergi mancing urung dan malah mengantar aku ke puskesmas untuk mencabut...

Menerjemahkan Kebaikan

Masa pandemi yang berbarengan dengan bulan suci Ramadan benar benar menguji banyak rasa kemanusiaan. Menguji rasa syukur, menguji rasa sabar hingga amarah. Semua rasa bisa datang kapan saja. Bayangkan saja bagaimana ketiganya tidak bisa hadir berbarengan rasa rasa itu. Jika kamu diam dirumah SAJA lalu persendian ekonomi mu lumpuh, istrimu bilang beras habis, pampers si sulung juga tak ada lagi. Terang saja ketiga rasa itu akan datang mengeroyok mu. Tapi memang benar, dalam masa seperti saat ini yang amat paceklik, tak sedikit juga orang orang yang memilih untuk berbuat baik. Memberikan bantuan sembako secara pribadi, menggalang dana secara sukarela, dan membagikannya pada yang terdampak. Kurang mulia apa coba? Kebaikan yang diberikan tidak mengenal batasan kasta, usia, profesi bahkan agama dan jabatan dan tentu saja tidak boleh ditinggalkan partai politik. Semua berbaur saling membahu. Bisa dibilang biar beda warna yang penting harus terlihat rasa manusia. Tapi ya ...

Dosen Sering Ga Masuk Itu Gak Selalu Menyenangkan

Sumber foto : lokadata  Mahasiswa dan dosen adalah hubungan sosial yang erat dan saling berkaitan. Satu sama lainnya saling membutuhkan dan harus saling menghasilkan. Mahasiswa butuh ilmu dan tanggung jawab pada orang tua yang membiayai, dosen butuh pekerjaan dan mempertanggungjawabkan profesionalitasnya pada negara. Bahkan pada Tuhan atas ilmu yang telah diberikannya pada sang mahasiswa. Tapi apa jadinya kalau salah satu mengkhianati hubungan akrab ini. Seperti yang sering terjadi, oknum dosen jarang masuk kelas. Kalau oknum mahasiswa jarang masuk kelas, ya ada juga. Tapi ya nda aneh. Jadi dosen kok rajin bener ga masuk. Lah, lebih rajin mahasiswa masuk kuliah dibandingkan dosennya. Yaiyalah wajar mahasiswa lebih rajin masuk kelas, mahasiswa kan bayar buat bisa masuk kelas terus dapat ilmu yang bermanfaat dari ajaran sang dosen. Sementara dosen mendapatkan bayaran dari jerih payahnya mengajar mahasiswa. Kalau dosen ga masuk dan gak ada kuliah siapa yang rugi? Siapa yang u...