Langsung ke konten utama

GAGAL? REfLEKSI CERMIN BURUK MUNGKIN, TAPI TIDAK.


"Malam Ini aku hanya berpikir seorang yang saling berintrospeksi mengapa memiliki persepsi yang berbeda tentang individu masing-msaing ?
Ini bukan sebuah kebetulan, sebuah kepastian yang membutuhkan kajian mendalam dalam psikologi manusia yang semakin hari semakin picik, dan berurai manis kata mutiara palsu.
Banyak pertanyaaan didalam otakku yang tak mungkin aku tanyakan saat perkuliahan, ini bukan ilmu yang hadir dari kelas tapi hadir dari realisasi kenyataan, aku melihat seribu kejanggalan dalam benak mereka."

"Aku kecewa pada pendidikkan bangsa ini, mereka acuh pada proses, mereka peduli pada nilai yang tidak mencerminkan keberhasilan sedikitpun, para pendidik yang tidak tahu apa yang mereka didik, dan tidak tahu harus seperti apa mereka mendidik, idealism yang sejak muda dikobrkan hangus dimakan profesionalisme dan komersialisme, lalu bangsa ini akankah memiliki darah garuda?? Darah CAPUNG mungkin iyalebar panjang tak berguna."

"Kecewa aku dengan keadaan sekitarku, mereka apatis terhadap system pendidikkan politik yang ada, aku tidak pernah sepemikiran sedikitpun dengan mereka, aku tidak ingin bicara jika aku tidak tahu makna sebenarnya.
Aku faham hari ini, sebagai seorang yang tengah belajar, terlalu percaya pada guru yang mengajarinya itu bias menjadi boomerang untuk diri kita sendiri nanntinya, ideology dan jati diri kita kacau dan mungkin terkikis hilang."

"Untuk memilih saja aku masih belum sanggup, masih menjadi pecundang kecil kapan bermetamorfosis sikap ini?
Aku masih terlalu posesif dengan semua harapanku, entah mengapa ini yang menghancurkan segalanya, aku hanya ingin mereka memelukku saat ini, dan selamanya............"



“setiap kegagalan itu memberikan sebuah arti besar dan pengajaran bermakna, seperti dikejutkan oleh berjuta electron yang kemudian menghentakkan titik tumpu saklar kehidupan, satu hal yng baru aku sadar bahwa aku tidak pernah menjalani proses belajar dalam setiap perilaku ku, tidak ada pertimbangan baik dari kebenaran yang telah dilakukan, hanya menjadi terbuai dalam balutan rasa bangga, aku terlalu berada di titik itu, kemudian buaian itu harus terbayar dengan sebuah kegagalan panjang, sadar dalam sebuah kondisi yang buruk aku hanya ada dalam batas peniru bukan pionir yang mampu menghentakkan puing bumi dengan cerita dan gagasan ku, terlalu meremehkan dan egois tanpa berpikir dan mau mengakui kemampuan orang lain”
Menyerah memang mungkin adalah memahami makna realistis, tidak untuk melanjutkan juga salah, karena masih banyak yang harus ditopang dengan semuanya.

TERIMAKASIH untuk kegagalan yang telah HADIR……………

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POLITIK DAN KETIDAK DEWASAANNYA

D"opini" “Semakin dewasa perpolitikan itu semakin terlihat kacau, antara yang memaknai dan yang berperan dalam mendefinisikan kacau, elit hilir mudik mencari cara untuk membentuk kemenangan dengan jalan prestisius dalam anggapannya” Apa yang kita paham tentang politik? Apa yang kita paham tentang kedewasaan? Adakah kaitan dari kedua kata ini? Politik dan kedewasaan adalah sebuah proses saling bertoleransi dan saling bersikap untuk sebuah upaya yang lebih baik melalui sistem kesadaran. Jika kita berbicara politik dan kedewasaannya, maka kita akan membicarakan sebuah sistem yang telah tertata rapi dan telah terbentuk dengan sangat detail sehingga orang diluar atau actor politik akan dapat memahami alur yang berkembang. Sistem yang dimaksud adalah sebuah sistem yang berlandaskan kesadaran. Sistem yang berlandaskan kesadaran adalah tingkatan sistem yang telah mencapai titik sempurna dan telah berada dalam tingkatan teratas dari berbagai sistem yang ada, sebu...

Tentang "Jadi" Jurnalis

Menjadi seorang jurnalis adalah sesuatu yang berbeda. Walau tak sekeren profesi lain semisal dokter, PNS, pegawai BUMN atau lainnya yang berseragam. Tidak hanya kalah keren, tapi profesi ini pun belakangan lebih sering bergelut dengan stigma. Banyak kalangan yang menilai profesi ini tidak lebih dari sekedar mencari kesalahan orang. Lalu menukarnya dengan rupiah. Ah kejam sekali mereka yang berpandangan demikian. Tapi ku kira bukan hal yang salah juga pandangan itu muncul. Bagaimana tidak sitgma itu muncul, jika kemudian “kartu pers” bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan mudah digunakan sebagai kartu sakti. Mending kalau kartu itu digunakan oleh orang yang tepat, orang yang paham akan fungsi dan etikanya. Jika digunakan oleh segelintir oknum, rasanya itu yang membuat stigma ini muncul. Seharusnya ada pembatasan dan aturan, yang bisa menjaga ini. Agar tak sembarang orang bisa mengidentikan dengan profesi jurnalis dan sedikit-sedikit atas nama “Pers”. Bayangkan, ketika kartu sakti...

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

  Credit foto : Detik.com Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung. Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu. Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial.  Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netize...