Langsung ke konten utama

Prahara Waode Sofia

Media sosial baru saja merilis satu cerita hangat. Kisah tentang seorang peserta talent show menyanyi di sebuah stasiun televisi swasta. Dimana pada video yang diunggah tersebut tampak tiga orang juri membully satu peserta. Alasannya karena sang kodok ehh sang peserta tidak berdandan dan tampil dengan riasan apik seperti para juri.

Wohh cercaan pertanyaan nan pedas melontar dari mulut para juri. Lalu jawaban sedikit gugup pun meluncur pula dengan lirih dari sang kontestan. Sampai akhirnya sang peserta diharuskan pulang dengan hukum fardu ain. Wedehh persis seperti suasana pas lagi sidang skripsi tapi gak tahu jawabannya apa pas ditanya penguji. Geleng geleng melas.

Tapi kalau skripsi kan substansi, masa iya saya penelitian tentang sosiologi komunikasi lalu dicecar pertanyaan bagaimana anak kambing bisa melahirkan anak haram. Lah mana saya tahu kan. Mungkin kambingnya minum alkohol dulu sebelum lahiran.

Nah ini yang terjadi, audisi menyanyi alias talent show singing tapi yang dibahas soal tak dandan. Duh, antara salah masuk ruang audisi atau bagaimana ini?

Walau sebagian netizen mencerca, tapi sebagian lagi bilang itu gimmik alias settingan tim kreatif. Duh kalau memang settingan, ada gak sih ide yang lebih keren. Minimal se keren ide narasi iklan permen "ini mint, ini pensil, dari pada gigit pensil mending gigit mint," nah gitu loh. Harus ada ide cemerlang secerah harapan esok gitu loh. Kalau idenya begitu, saya kira memang berhasil menjadikannya buah bibir. Tapi ya kesannya tak manusiawi sih. Harusnya yang ramah dan humanis, kalau kritik ya yang santun.

Tapi ya enggak tahu lah, wallahualam bi shawab. Saya kan cuma netizen yang gak ikut audisi. (**)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POLITIK DAN KETIDAK DEWASAANNYA

D"opini" “Semakin dewasa perpolitikan itu semakin terlihat kacau, antara yang memaknai dan yang berperan dalam mendefinisikan kacau, elit hilir mudik mencari cara untuk membentuk kemenangan dengan jalan prestisius dalam anggapannya” Apa yang kita paham tentang politik? Apa yang kita paham tentang kedewasaan? Adakah kaitan dari kedua kata ini? Politik dan kedewasaan adalah sebuah proses saling bertoleransi dan saling bersikap untuk sebuah upaya yang lebih baik melalui sistem kesadaran. Jika kita berbicara politik dan kedewasaannya, maka kita akan membicarakan sebuah sistem yang telah tertata rapi dan telah terbentuk dengan sangat detail sehingga orang diluar atau actor politik akan dapat memahami alur yang berkembang. Sistem yang dimaksud adalah sebuah sistem yang berlandaskan kesadaran. Sistem yang berlandaskan kesadaran adalah tingkatan sistem yang telah mencapai titik sempurna dan telah berada dalam tingkatan teratas dari berbagai sistem yang ada, sebu...

Tentang "Jadi" Jurnalis

Menjadi seorang jurnalis adalah sesuatu yang berbeda. Walau tak sekeren profesi lain semisal dokter, PNS, pegawai BUMN atau lainnya yang berseragam. Tidak hanya kalah keren, tapi profesi ini pun belakangan lebih sering bergelut dengan stigma. Banyak kalangan yang menilai profesi ini tidak lebih dari sekedar mencari kesalahan orang. Lalu menukarnya dengan rupiah. Ah kejam sekali mereka yang berpandangan demikian. Tapi ku kira bukan hal yang salah juga pandangan itu muncul. Bagaimana tidak sitgma itu muncul, jika kemudian “kartu pers” bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan mudah digunakan sebagai kartu sakti. Mending kalau kartu itu digunakan oleh orang yang tepat, orang yang paham akan fungsi dan etikanya. Jika digunakan oleh segelintir oknum, rasanya itu yang membuat stigma ini muncul. Seharusnya ada pembatasan dan aturan, yang bisa menjaga ini. Agar tak sembarang orang bisa mengidentikan dengan profesi jurnalis dan sedikit-sedikit atas nama “Pers”. Bayangkan, ketika kartu sakti...

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

  Credit foto : Detik.com Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung. Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu. Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial.  Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netize...