Langsung ke konten utama

CERPEN: NiLAI dan ABSTRAKSI REALITAS SIMBOLIK (mati atau tidak semangat ku?)

 pagi ini kelas telah namapk penuh padahal waktu perkuliahan masih setengah jam lagi untuk dimulai, tradisi ujian, karena faktanya persepsi mengatakan tempat menentukan prestasi, aku amsuk dan duduk dibangku belakng, yang memang masih kosong, ga mungkin juga aku duduk di depan bangku yang berisi..berapa saat kemudian pengawas ujian datang..
"Waktu ujian dimulai dari sekarang"…dosen pengawas ujian bilang pada kami dikelas VI D ini, dag dig dug hatiku…tak tahu mengapa, padahal ujian adalah hal yang biasa dan telah sering aku lakukan sebagai seorang pelajar..walaupun aku selalu berprinsip untuk satu mata kuliah ini, bisa atau tidak juga pasti di ganjar dengan nilai B, dan nilai mutlak A hanya untuk ketua mahasiswa (KM), yah wajarlah dalam benakku..pencerahan dari temanku bahwa nilai adalah sesuatu yang diperoleh dengan berbagai hal, dan terbagi dalam beberapa klasifikasi muatannya.. hhmmm aku paham itu dan mencoba mengaplikasikannya..nilai kemanusiaan dan nilai academic atau kognitif, afektif dan psikomotorik, dan mungkin harus ada namanya nilai humanistic, ahhh sudah benakku melanglang jauh entah kemana di pagi ini padahal ini bukan saatnya menerawang jauh, ini uts bung dalam hati ku.. 
 kembali kumengerjakan soal ujian ini dengan sedikit hati-hati dan sedikit teliti kupahami setiap soal, dan mulai ku kerjakkan soal-soal itu..”hei ..”dari belakang teman wanitaku memanggilku..”apa?” jawabku…”no. 4 apa isinya, point pokok rumusan masalah itu?” dia bertanya tentang point pokok penelitian dalam membuat rumusan masalah, “aduh lupa gw juga…ntar deh”aku menjawab karena memang hari itu aku benar-benar lupa denga apa yang telah ku pelajari malam tadi, kebiasaan burukku untuk selalu belajar system kebut semalam, sudah tradisi mungkin, sudah mendarah daging setiap pelajar dinegri ini secara positivis..kembali kukerjakkan soal-soal itu..dimulai dengan no pertama, tentang menagapa terdapat dua meetode penelitian yaitu kualitatif dan kuantitatif?..hmmm..pertanyaan ini baru saja aku baca materinya padahal tapi tak tahu mengapa aku lupa, mungkin faktor umur pikirku..kelas ini memang hening dan seperti biasa mungkin rituaitas ujian yang selalu tampak dalam setiap kelas…aku mencoba menjawab sedikit demi sedikit kutiliskan di lembar jawban ku..”pada awalnya di dunia ini hanya mengenal filsafat namun seiring berjalannya waktu,para ahli filsafat memecah hal itu menjadi dua bidang ilmu yaitu scientific atau ilmu alam dan humanistic atau ilmu tentang manusia (humaniora), karena filsafat hanya sebatas hasil pengamatan dan keingin tahuan dan bukan sebuah hasil proses panjang penelitian ilmiah, namun lbih kepada instuisi manusia pada saat itu, sehingga untuk mendapatkan pembenaran yang relative atas setiap fenomena di dunia harus ada metode penlitian yang sesuai dengan bidang keilmuwan, selain itu alasan lainnya adalah karena  Adanya perbedaan penafsiran atas objek ilmu sosial pada manusia (masyarakat) sehingga ddi butuhkan instrument penelitian lain sebagai upaya mencari jawaban benar yang relative” panjang lebar kujelaskan dalam kertas ujianku soal no 1 itu dan ku akhiri saja aku bingung hhmm.. dan kulanjutkan untuk menjawab pertanyaan selanjutnya no.2, wahh pertanyaan ini tentang perbedaan filosofis positivistic dan rasionalistic, hmm…aku kembali menulis dilembar jawabanku “positivistic merupakan aliran yang ideology filsafat yang dibawa oleh emile Durkheim dan auguste comte, dan rasionalistic disampaikan oleh max weber, dalam pandangannya bahwa kajian keilmuwan positivistic, ilmu dianggap valid jika merupakan sebuah hasil empiric sensual manusia, dan disana terdapat standar observasi serta terdapat perbedaan yang jelas antara peneliti dan objek yang diteliti, selanjutnya rasionalistic akan menganggap ilmu itu benar jika merupakan sebuah abstraksi dan simplikasi dari realitas yang koheren dengan logica, selanjutnya disini tidak terdapat pemisahan antara penelliti dengan objek yang diteliti karena objek tidak boleh jauh dari peneliti, dan bukan sebuah makna induksi dan deduksi dalam penelitiannya”  hmm aku menulis dengan singkat jawaban ini…aku mulai bingung dengan setiap jwaban yang kutulis dan tiba-tiba pengawas mulai berisik tak tahu sebenranya apa yang dibicarakan hingga kemudian terjadi sebuah kesalahan dalam pembagian lembar soal antara kelas karena memang pagi itu kami terdapat dua kelas sehingga penuh kelasnya, .”ahhh sial” pikirku dalam benak, kenapa berisik sekali, hingga ku lupa akan setiap jawaban yang telah ku pikirkan dalam benakku ini, karean gaduh itu membuyarkan setiap pemikiran yang ada…”apa yang mau ditulis jika sudah lupa seperrti ini…ah benar-benar buyar otakku saat itu, aku tak tahu harus menjawab apa….aku hanya termenung dengan beberapa saat dan aku masih belum mengerjakkan soal-soal itu, akupun bimbang, dan kembali terngiang dalam bennakku bisa atau tidak kamu itu pasti dapat nilai B, ahh sudahlah mungkin hanya sebatas ini yang kupahami dan jika kulanjutkan pun aku tak tahu ..komunikasi bukan untuk membuat retorika menjadi sebuah alternative jawaban tapi lebih untuk menyampaikan prinsip komunikasi terebut…setelah beberapa saat lamunanku melayang entah kemana, pengwas itu berkata..:iyah waktunya habis, silahkan dikumpulkan lembar jawabannya segera” dan kulihat disekitarku pada saat itu, haa sudah kosong dan hanya tinggal aku disana dengan pengawas itu, dan dari lluar temanku berkata, percuma dikerjain juga pasti dapet B,”ahh sial “pikirku, kembali kata itu yang ku ucapkan,”hanya menjatuhkan semangat ku untuk menjawab saja”pikirku..sudahlah, akhirnya ku kumpulkan juga lembar jawaban itu, dengan beberapa jawban kosong ,,, dalam prinsipku “orang yang gagal ujian itu bukan mereka yang mendapat nilai C,D,atau bahkan E, tapi mereka yang mendapat Nilai A, B, tapi tidak paham dengan apa yang mereka dapatkan” orientasi kita ujian adalah substansial dan bukan formalitas sehingga nilai adlah pemkanaan ambigu atas setiap perkara academic. Aku sudah lama tidak memuja nilai itu…ini bukan sok idealis ini hanya sebuah prinsip dan setiap orang berhak berprinsip.

Bersambung……..kisah selanjutnya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POLITIK DAN KETIDAK DEWASAANNYA

D"opini" “Semakin dewasa perpolitikan itu semakin terlihat kacau, antara yang memaknai dan yang berperan dalam mendefinisikan kacau, elit hilir mudik mencari cara untuk membentuk kemenangan dengan jalan prestisius dalam anggapannya” Apa yang kita paham tentang politik? Apa yang kita paham tentang kedewasaan? Adakah kaitan dari kedua kata ini? Politik dan kedewasaan adalah sebuah proses saling bertoleransi dan saling bersikap untuk sebuah upaya yang lebih baik melalui sistem kesadaran. Jika kita berbicara politik dan kedewasaannya, maka kita akan membicarakan sebuah sistem yang telah tertata rapi dan telah terbentuk dengan sangat detail sehingga orang diluar atau actor politik akan dapat memahami alur yang berkembang. Sistem yang dimaksud adalah sebuah sistem yang berlandaskan kesadaran. Sistem yang berlandaskan kesadaran adalah tingkatan sistem yang telah mencapai titik sempurna dan telah berada dalam tingkatan teratas dari berbagai sistem yang ada, sebu...

Tentang "Jadi" Jurnalis

Menjadi seorang jurnalis adalah sesuatu yang berbeda. Walau tak sekeren profesi lain semisal dokter, PNS, pegawai BUMN atau lainnya yang berseragam. Tidak hanya kalah keren, tapi profesi ini pun belakangan lebih sering bergelut dengan stigma. Banyak kalangan yang menilai profesi ini tidak lebih dari sekedar mencari kesalahan orang. Lalu menukarnya dengan rupiah. Ah kejam sekali mereka yang berpandangan demikian. Tapi ku kira bukan hal yang salah juga pandangan itu muncul. Bagaimana tidak sitgma itu muncul, jika kemudian “kartu pers” bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan mudah digunakan sebagai kartu sakti. Mending kalau kartu itu digunakan oleh orang yang tepat, orang yang paham akan fungsi dan etikanya. Jika digunakan oleh segelintir oknum, rasanya itu yang membuat stigma ini muncul. Seharusnya ada pembatasan dan aturan, yang bisa menjaga ini. Agar tak sembarang orang bisa mengidentikan dengan profesi jurnalis dan sedikit-sedikit atas nama “Pers”. Bayangkan, ketika kartu sakti...

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

  Credit foto : Detik.com Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung. Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu. Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial.  Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netize...