Langsung ke konten utama

POLITIK KAMPUS BUKAN CERITA BERBATAS MIMPI NAMUN ELEGY OBROLAN REMAJA KAMPUS YANG MEMBANGUN CERMIN NUSANTARA

                Apa itu Politik? Seperti apa politik itu? Lalu bagaimana korelasinya dengan kampus? Ada kebokbrokan yang samakah disana?
sebuah kata yang terus berkembang menjadi polemic, ilmu yang berkembang dari dunia filsafat ini telah berkembang pesat seiring dengan meningkatnya peradaban manusia, berada pada tataran bagaimana sebuah pembenaran untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan. Ilmu yang berkembang dalam aspek social dan merujuk pada segala dimensi kehidupan. Dalam pandangan dunia barat politik banyak dipengaruhi oleh Filsuf Yunani Kuno seperti Plato dan Aristoteles yang beranggapan bahwa politik sebagai suatu usaha untuk mencapai masyarakat yang terbaik. Usaha untuk mencapai masyarakat yang terbaik ini menyangkut bermacam macam kegiatan yang diantaranya terdiri dari proses penentuan tujuan dari sistem serta cara-cara melaksanakan tujuan itu. Cara yang digunakan baik cara positif hingga merujuk pada cara yang negative dengan tujuan berbeda, yaitu kekuasaan, wewenang hingga ideologis yang ingin ditanamkan.
Politik bukan lah sebuah profesi layaknya guru, dokter, arsitek atau pun seniman, namun politik berbeda, politik adalah bidang keilmuan yang secara harfiah tidak menetaskan sebuah identitas profesi namun lebih kepada panggilan jiwa untuk pemebentukkan sebuah lingkup masyarakat yang lebih baik dan madani, sehingga politik ini memiliki tujuan mulia. Politik yang buruk adalah sebuah cerminan adanya kelompok amsyarakat yang buruk pula.
sering kali kita kampus mendengar tentang istilah kata kampus di telinga kita. dan banyak orang-orang bertanya pula apa itu yang dinamakan kampus? dan apakah beda kampus dengan sekolah? kampus merupakan sebuah lembaga yang didalamnya terdapat gedung-gedung dan orang-orang yang memiliki pola pikir seorang yang berpendidikan. dengan bermacam-macam pola pikir yang disatukan dengan di sebut baik itu mahasiswa maupun juga dosen, dll.yang tujuan nya adalah untuk membentuk sebuah karakter seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, yang dikenal dalam istilah umumnya yaitu dalam proses pembelajaran
Kampus adalah instansi pendidikkan yang memiliki beragam ideology layaknya miniature sebuah negara yang berupaya semua elemen populasinya untuk menanamkan pengaruh ideology yang dianutnya, tidak jarang kampus menjadi sebuah lahan untuk mempraktekkan penyelenggaraan kewenangan pemerintahan, yang pada awalnya hanya berupa teori-teori yang disampaikan hingga terjadi sebuah praktek besar dalam kampus terssebut.
Politik kampus adalah sebuah cerminan oposisi politik yang berkembang dalam tataran mahasiswa yang dibentuk untuk tujuan pembelajaran dan pembekalan ilmu social, dalam tataran dunia kampus politik adalah lumpur kental yang suatu waktu dapat menyerang siapa saja dan menghisapnya masuk sehingga ketika mencoba melawan ciprataan lumpur itu akan sulit untuk dibersihkan.
Berawal dari pemahaman ini, fenomena yang terjadi adalah, para tersangka kasus yang tengah bermain dengan kedalaman ilmu politik ditataran pemerintahan pada dasarnya mereka adalah para aktivis yang kemudian berkembang menjadi pejabat Negara, saat muda sama halnya dengan penulis adalah orang yang berjuang mempertahankan dan mernyuarakan suara rakyat, namun setelah menjalani indahnya lingkup istana menjadi lupa akan asalnya, dasar mereka adalah politik kampus yang telah mereka dapatkan sejak zaman pendidikkan di perguruan tinggi dan kemudian membatasi idealismenya dengan bungkaman kekuasaan.
Sebagai seorang mahasiswa, kita tidak diciptakan atau bahkan ditakdirkan untuk menjadi orang yang selalu mengkritik pelaksanaan pemerintahan melalui demonstrasi atau apapun, namun kita lebih harus menjadi dewasa dengan mencoba memperbaiki politik kampus yang ada ditataran pendidikkan, dalam artian mencoba memperkuat idealism yang dimiliki, karena bangsa ini telah terlalu banyak sarjana yang tidak tahu untuk apa mereka di luluskan atau sarjana nyinyir yang hanya tahu sebatas mengkritik, sedikit mengutip perkataan dari seorang budayawan, sudjiwo Tejo dalam akun twitternya bahwa “perbedaan masyarakat dan pemerintah itu adalah bahwa masyarakat dapat mengkritik dan menghujat pemerintah tapi pemerintah tidak bisa mengkritik atau menghujat rakyat” satu rangakian filosofis mendalam yang saya terjemahkan bahwa kita adalah bagian dari aspek berkembang tersebut.
Jika kita tidak dapat membentuk kedamaian dalam sebuah pemerintahan yang ada kita jangan menjadi provokator namun tetap pada tingkat pemahaman kita dan menjadi control social.
Politik kampus adalah cerminan berdirinya kekuasaan dalam realita sebenarnya karena para actor dan elit politik itu adalah tetesan atau hasil dari ebntukkan politik kampus, jika kampus mencerminkan politik yang buruk maka pemerintahana akan menjadi cermin pantul elegy kebokbrokan dari sudut pandang akademisi.
Peristiwa yang terjadi dalam dunia kampus bukan sebuah cerita dalam mimpi yang banyak mengaharapkan idealism namun fakta pembenaran dari sebuah kritikisasi kehidupan, seperti yang tercermin dari kampus pinggir terminal di serang, dalam kampus ini terdapt bermacam ideology dan menjadi elegy pemuda yang tak lain adalah mahasiswa, pemira menjadi ajang perebutan kekuasaan dengan berbagai cara untuk memenangkan suara, yang dalam hal ini tidak tercermin sedikitpun perebutan materi hanya sebatas ajang popularitas dan wewenang, namun sudah dapat diaktakan menjadi miniature peradaban penyelenggaraan politik di Indonesia. Disana dihabiskan jutaan rupiah untuk melakukan kegiatan ceremonial tersebut namun apa yang terjadi mahasiswa masih menjadi makhluk acuh dan tidak semua kalangan mengakui literasi politik, sehingga ada fakta bahwa akademisi saja masih buta apalagi masyarkat awam, tentu mereka pun masih belum mampu menentukan pilihan dengan baik, dan berada pada sugesti KKN dan mereka akan merasakan kehancuran dalam beberapa tahun kedepan akibat ketidak fahaman tersebut.
Kesimpulannya adalah segala aspek yang terbentuk dalam dunia pemerintahan adalah sebuah hasil dan cermin pantul dari adanya dunia pendidikkan yang telah membentuknya, jika menjadi buruk maka pendidikkan yang dicanangkan ini telah gagal menjadi lembaga suci. Sehingga dalam benak penulis dapat dikatakan bahwa politik bukan sebuah wewenang atau kekuasaan dan strategi perang namun lebih kepada penerapan seni yang ebrlandaskan filsuf kuno untuk menghiasi sequence yang hadir sehingga bingkai seni yang muncul menjadi indah dimata masyarakat dan sekitarnya. Kemudian politik ini bukan sebuah profesi namun lebih kepada panggilan jiwa untuk memimpin dan bukan untuk menjadikan sumber penghasilan namun nurani yang merasakan kehausan perbaikan sehingga definisi utama politik sebagai upaya untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik dapat terwujud dan tercapai.
Fakta umumnya adalah jangan membentuk koreografi yang salah sehingga menjadikan persepsi miring tentang makna politk, sehingga identitas politik menjadi labeling buruk bagi masyarkat yang baru sedikit mebgalami literasi.
Dimulai dengan diskusi kecil dengan lingkungan akademisi kampus dan kritik membangun bukan menghujat kepada actor pemerintahan, sehingga peran mahasiswa akan menjadi agent of change terpenuhi, yang pada saat ini masih belum terwujud karena masih hanya sebatas menjadi advocate of change. Antara politik kampus dan realita ada kesamaan kerusakkan yaitu system yang berlaku. Perlu perubahan mendasar dan transfaran atas setiap dinamime peradaban kampus.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POLITIK DAN KETIDAK DEWASAANNYA

D"opini" “Semakin dewasa perpolitikan itu semakin terlihat kacau, antara yang memaknai dan yang berperan dalam mendefinisikan kacau, elit hilir mudik mencari cara untuk membentuk kemenangan dengan jalan prestisius dalam anggapannya” Apa yang kita paham tentang politik? Apa yang kita paham tentang kedewasaan? Adakah kaitan dari kedua kata ini? Politik dan kedewasaan adalah sebuah proses saling bertoleransi dan saling bersikap untuk sebuah upaya yang lebih baik melalui sistem kesadaran. Jika kita berbicara politik dan kedewasaannya, maka kita akan membicarakan sebuah sistem yang telah tertata rapi dan telah terbentuk dengan sangat detail sehingga orang diluar atau actor politik akan dapat memahami alur yang berkembang. Sistem yang dimaksud adalah sebuah sistem yang berlandaskan kesadaran. Sistem yang berlandaskan kesadaran adalah tingkatan sistem yang telah mencapai titik sempurna dan telah berada dalam tingkatan teratas dari berbagai sistem yang ada, sebu...

Tentang "Jadi" Jurnalis

Menjadi seorang jurnalis adalah sesuatu yang berbeda. Walau tak sekeren profesi lain semisal dokter, PNS, pegawai BUMN atau lainnya yang berseragam. Tidak hanya kalah keren, tapi profesi ini pun belakangan lebih sering bergelut dengan stigma. Banyak kalangan yang menilai profesi ini tidak lebih dari sekedar mencari kesalahan orang. Lalu menukarnya dengan rupiah. Ah kejam sekali mereka yang berpandangan demikian. Tapi ku kira bukan hal yang salah juga pandangan itu muncul. Bagaimana tidak sitgma itu muncul, jika kemudian “kartu pers” bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan mudah digunakan sebagai kartu sakti. Mending kalau kartu itu digunakan oleh orang yang tepat, orang yang paham akan fungsi dan etikanya. Jika digunakan oleh segelintir oknum, rasanya itu yang membuat stigma ini muncul. Seharusnya ada pembatasan dan aturan, yang bisa menjaga ini. Agar tak sembarang orang bisa mengidentikan dengan profesi jurnalis dan sedikit-sedikit atas nama “Pers”. Bayangkan, ketika kartu sakti...

Perkara Gus dan Pedagang Es teh

  Credit foto : Detik.com Petruk bingung, belakangan, panggung media sosial hingga media massa, bahkan pos ronda ramai dengan berita tentang seorang Gus yang merupakan utusan presiden sekaligus tokoh ulama berseteru dengan netizen. Yah, petruk bilang berseteru dengan netizen karena bapak penjual es teh yang disebut "goblok" oleh utusan presiden itu tak berseteru langsung. Hanya saja hatinya mungkin merasa tersakiti ketika ucapan utusan presiden itu terlontar dengan lantang didepan hadirin yang banyak. Tapi kembali lagi hati orang siapa yang tahu. Tapi, ucapan pedas yang katanya hanya candaan itu ternyata menusuk dalam di relung hati banyak warganet. Terang saja, balasan hujatan terlontar lebih dari kata "goblok" pada utusan presiden itu. Luapan kekesalan netizen ditumpah ruahkan di berbagai platform media sosial.  Memang jangan sepelekan warganet atau netizen, kekuatannya lebih hebat daripada sebatas kekuatan orang dalam. Karena penjual es teh disakiti, semua netize...